Produksi Manufaktur Tumbuh, Menperin Agus Pacu Transformasi Industri 4.0
Menperin Agus Gumiwang
Pro Legal News - Kementerian Perindustrian bertekad untuk terus meningkatkan produktivitas industri manufaktur guna memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga mengisi permintaan ekspor. Berbagai langkah strategis telah dijalankan untuk merevitalisasi industri manufaktur di dalam negeri agar konsisten menjadi sektor pengggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. “Indonesia punya pasar yang sangat besar. Ini menjadi potensi untuk memacu produktivitas industri kita, sekaligus kita juga fokus mendorong daya saingnya agar bisa lebih kompetitif lagi di kancah global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (1/11).
Menperin Agus menyampaikan, Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan untuk melakukan transformasi sektor manufaktur di dalam negeri supaya mampu menghadapi perkembangan era industri 4.0. Implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 diyakini akan membangkitkan kembali industri manufaktur di Tanah Air. “Dengan pemanfaatan teknologi industri 4.0, akan mendorong peningkatan produktivitas sektor industri secara lebih efisien. Hal ini karena telah terbangunnya konektivitas melalui teknologi digital. Misalnya, menggunakan internet of things atau artificial intelligence,” paparnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada triwulan III-2019 naik sebesar 4,35 persen (y-on-y) terhadap triwulan III-2018. Kenaikan tersebut, terutama disebabkan oleh peningkatan produksi di sektor industri pencetakan dan reproduksi media rekaman sebesar 19,59 persen.
Selanjutnya, ditopang oleh industri pakaian jadi, yang pertumbuhan produksinya naik 15,29 persen, kemudian disusul industri minuman (naik 15,19 persen), industri pengolahan lainnya (naik 12,52 persen), dan industri makanan (naik 5,13 persen).
Sementara itu, jika pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada triwulan III-2019 dibandingkan secara q-to-q terhadap triwulan II-2019, naik sebesar 5,13 persen. Industri yang mengalami kenaikan produksi tertinggi adalah industri barang galian bukan logam sebesar 14,15 persen.
Selanjutnya, diikuti industri alat angkutan lainnya, yang pertumbuhan produksinya naik 11,25 persen, industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bamboo, rotan dan sejenisnya (naik 11,22 persen), industri kendaraan bermotor, trailer dan semitrailer (naik 10,40 persen), serta industri makanan (naik 9,90 persen).
Menperin optimistis, penerapan industri 4.0 akan membawa Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara di dunia yang punya perekonomian terkuat pada tahun 2030. “Ini merupakan aspirasi besar dari roadmap Making Indonesia 4.0,” imbuhnya.
Peta jalan tersebut mendorong penerapan industri 4.0 yang bakal mampu mengoptimalkan potensi penambahan pertumbuhan ekonomi sekitar 1-2% dari baseline pertumbuhan 5%, peningkatan kontribusi industri terhadap PDB hingga 25%, peningkatan net export sebesar 10%, dan menciptakan sebanyak 17 juta lapangan kerja. “Bahkan, kami juga meyakini, industri 4.0 akan dapat memunculkan pekerjaan baru yang cukup banyak, seperti teknisi atau tenaga ahli yang mengoperasikan teknologi digital tersebut. Apalagi, saat ini banyak aplikasi yang telah berkembang untuk mendukung dalam proses produksi,” tutur Agus.
Guna menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul terhadap dunia digital, Agus mengatakan, Kemenperin telah memiliki berbagai program strategis untuk menciptakan SDM industri yang kompeten sesuai kebutuhan lapangan kerja saat ini terutama kesiapan memasuki era industri 4.0. “Kami sudah punya program Diklat 3 in 1 dan program link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri. Selain itu, kami menjalin kerja sama dengan Swiss untuk menerapkan dual system dalam upaya pengembangan program Skill for Competitiveness (S4C),” sebutnya. Hasil dari program-program tersebut, mayoritas lulusannya langsung diserap kerja.
Fokus pengembangan IKM
Di sisi lain, Menperin Agus menegaskan, pihaknya tetap fokus memacu pengembangan industri kecil dan menengah agar lebih produktif, kreatif dan inovatif. Langkah strategis ini dinilai akan mendukung upaya pemerintah dalam mendorong perekonomian yang inklusif. “Sebab, sektor IKM adalah mayoritas dari populasi industri di Indonesia. Sehingga sektor ini diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian nasional,” jelasnya.
Hingga saat ini, jumlah IKM di dalam negeri melampaui 4,4 juta unit usaha atau mencapai 99% dari seluruh unit usaha industri di Tanah Air. Selain itu, sektor industri mikro, kecil, dan menengah sudah menyerap hingga 10,5 juta tenaga kerja atau berkontribusi 65% dari sektor industri secara keseluruhan.
Dalam upaya menumbuhkan wirausaha baru khususnya sektor IKM, Kemenperin telah menjalankan berbagai program strategis seperti pembinaan yang dilakukan di sentra-sentra, melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan, serta memfasilitasi kegiatan workshop e-Smart IKM. “Sesuai arahan Bapak Presiden, secara khusus memang menekankan pula pada pengembangan sektor IKM,” tegasnya. Bahkan, untuk mendukung penumbuhan IKM di luar Pulau Jawa, Kemenperin telah berhasil membangun 22 sentra IKM sepanjang tahun 2015-2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 14 sentra sudah beroperasi.
Guna menggenjot produktivitas, Kemenperin telah melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan produksi kepada 341 pelaku IKM sepanjang 2015-2018, dengan nilai investasi sebesar Rp144,65 Miliar. Mesin dan alat tersebut antara lain diberikan kepada pelaku IKM alat angkut, sandang, aneka, barang dari kayu, furnitur, kimia, logam, mesin, serta pangan.
BPS melaporkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil, pada triwulan III-2019 naik sebesar 6,19 persen (y-on-y) terhadap triwulan III-2018. Kenaikan tersebut terutama disebabkan naiknya produksi industri komputer, barang elektronika dan optik, sebesar 24,36 persen.
Selanjutnya, industri manufaktur mikro dan kecil yang juga mengalami kenaikan tertinggi, yakni industri percetakan dan reproduksi media rekaman (naik 16,23 persen), industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya (naik 9,79 persen), industri pengolahan tembakau (naik 9,68 persen), serta industri minuman (naik 9,67 persen). Adv