a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami
Iklan Utama 2

SHGB Pradahkalikendal yang ‘Terpental’

SHGB Pradahkalikendal yang ‘Terpental’
Pro Legal News - Pengertian sertipikat menurut Pasal 1 angka 20 PP Pendaftaran Tanah No 24/1997 juncto PP No 18/2021 adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Pengertian buku tanah menurut Pasal 1 angka 19 PP Pendaftaran Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

Pasal 19 ayat (2c) UUPA, menegaskan tujuan pendaftaran tanah adalah: “pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.” Ternyata, sertifikat tanah sebagai surat tanda bukti hak yang kuat, bisa saja dikalahkan oleh surat pernyataan yang dibumbui keterangan dari lurah.

‘Pradahkalikendal’

alt text

Sekitar tahun 1973 mulai dilakukan pembebasan lahan guna pembangunan perumahan di sekitar kawasan Darmo di Surabaya Barat. PT Darmo Permai Pada 7 Agustus 1981 memperoleh konsesi lahan seluas 90,3 hektar atau 903.640 m persegi dengan sertifikat induk Hak Guna Bangunan (HGB) no.79/Pradahkalikendal yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya I. Sertifikat diberi kode Pradahkalikendal karena sebagian besar lahan berada di wilayah Kelurahan Pradahkalikendal.

Nama pecahan sertifikat tersebut mengikuti nama sertifikat induk, menggunakan ‘Pradahkalikendal’. Nyonya Widowati tanggal 24 Juni 1995 membeli tanah seluas 6.835 m persegi dari PT Darmo Permai dengan Akta Jual Beli No. 197-03 DKP 95 dan kemudian memperoleh Sertifikat HGB No. 2103/Pradahkalikendal tertanggal 21 September 1994 yang berlaku sampai tahun 2001. Ketika diperpanjang, SHGB No. 2103/Pradahkalikendal berganti buku menjadi SHGB No 4157/Pradahkalikendal yang berlaku sampai tanggal 24 Februari 2022. Dan pada perpanjangan berikutnya, diperbaiki dan berubah menjadi SHGB No 4157/Lontar yang berlaku sampai tahun 2042, karena sebetulnya lokasi lahan itu di Kelurahan Lontar.

Tahun 1999, Widowati mendirikan pagar di sekeliling tanahnya. Pemagaran dikerjakan sejak April 1999 oleh PT Surya Agung Pratama sebagai kontraktor. Belakangan, di atas tanah itu didirikan bangunan kecil buat rumah karyawan yang ditugasi menjaga lahan.
Sejak membeli lahan itu 24 Juni 1995, pihak Widowati selalu membayar Pajak Bumi dan Bangunan dan menguasai lahannya. Pertengahan Mei 1999 Nyonya Pasiani B. Moertinah menggugat PT Darmo Permai dkk. Moertinah mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah dan mendaftarkan gugatan dengan perkara No. 294/Pdt.G/1999 PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya. Sekitar April 2000, muncul pemberitahuan tentang putusan Perkara No. 294/Pdt.G/1999 PN.Sby yang isinya menyatakan gugatan Ny. Pasiani B. Moertinah tidak diterima.

Iklan dan Plang

alt text

Tahun 2016 ada iklan surat kabar yang menawarkan tanah di Jalan Puncak Permai Utara III No. 5-7 Surabaya. Padahal, tanah itu bersertifikat HGB No 4157/Pradahkalikendal dan menjadi milik Widowati. Pihak Widowati tidak berniat menjual sehingga memasang plang yang menyatakan tanah telah bersertifikat dan sama sekali tidak dijual.

November 2018 ada kelompok orang yang mengaku ahli waris Randim P Warsiah (Mulya Hadi), memasang plang di lokasi tanah itu. Plang itu bertulisan: “TANAH INI MILIK AHLI WARIS RANDIM P WARSIAH BERDASARKAN PUTUSAN PTUN NOMER 280/P/2015/PTUN.SURABAYA BERDASARKAN SURAT KETERANGAN TANAH NOMER 593.21/302/436.9.31.4/2018.”

Pihak Widowati mengadukan kejadian itu ke Polrestabes Surabaya dengan Laporan Polisi No. LPB/1621/XII/2018/UM/JATIM tertanggal 13 Desember 2018, mengenai pelanggaran Pasal 167 KUHP. Pihak Polrestabes Surabaya mengirimkan surat B/565/SP2HP/II/RES.1.2./2021/Satreskrim tanggal 22 Februari 2021 dan surat No. B/822/SP2HP/III/RES1.2./2021/Satreskrim tanggal 23 Maret 2021 kepada Wahyu Widiatmoko selaku kuasa hukum Widowati. Isinya pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan.

Gugatan Perdata

alt text

Mulya Hadi tanggal 8 April 2021 mendaftarkan perkara gugatan No. 374/Pdt.G/2021/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya, dengan Widowati selaku tergugat dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surabaya I selaku turut tergugat. Dalam gugatan, Mulya Hadi menyatakan tanah seluas 10.000 m persegi miliknya sudah dimutakhirkan dan lahan 6.850 m persegi milik Widowati adalah bagian dari lahan 10.000 m persegi sesuai Surat Keterangan Tanah Bekas Milik Adat No. 593.21/18/436.9.31.4/2021 tanggal 26 Maret 2021 yang diakui sebagai milik pihak Mulya Hadi. Penggugat minta hakim memutus tergugat membayar ganti rugi Rp 3milyar karena merebut/mendaku/merampas tanah tersebut.

Sidang perkara no. 374/Pdt.G/2021/PN.Sby dimulai Senin tanggal 3 Mei 2021 di Pengadilan Negeri Surabaya. Namun baru dihadiri secara lengkap oleh kuasa hukum penggugat, tergugat dan turut tergugat (Kantor Pertanahan Kota Surabaya I) tanggal 7 Juni 2021. Dilanjutkan dengan mediasi 14 Juni 2021 yang kemudian ditunda hingga 28 Juni 2021.

Beberapa orang yang mengaku pihak ahli waris pemilik tanah mendatangi lahan yang dipersengketakan tanggal 22 Juni 2021, lalu memasang tenda dan menempatkan satu peti kontainer di lahan itu tanggal 25 Juni 2021 pagi. Kuasa hukum pihak Widowati minta perlindungan kepada Kapolda Jawa Timur dengan surat No. 0080/Gen/WNC-AD/WH/VI/2021 tertanggal 25 Juni 2021.

Dalam mediasi tanggal 28 Juni 2021, disepakati agar persidangan dilanjutkan ke pokok perkara karena mediasi dianggap gagal. Sidang pokok perkara dilaksanakan Selasa 27 Juli 2021.

Terjangkit COVID

alt text

Sementara rangkaian sidang berlangsung, di lokasi lahan terjadi bentok fisik antara kelompok pihak tergugat yang mempertahankan haknya dengan kelompok penggugat yang berupaya menduduki lahan yang dipersengketakan. Lim Tji Tiong, SH., M.Hum selaku kuasa hukum Mulya Hadi ikut hadir dalam bentrokan fisik itu. Sekitar 1-2 minggu kemudian, Lim Tji Tiong terjangkit Covid 19 dan meninggal dunia akibat pandemi itu.
Isu kematian Lim Tji Tiong sering dipelintir, disebut tewas akibat penganiayaan atau dibunuh. Salah satu pengacara yang belakangan mendadak kondang, sempat salah berkomentar dan ikut-ikutan menyatakan Lim Tji Tiong tewas dibunuh. Padahal, sebetulnya korban meninggal karena COVID 19. Pernyataan yang salah itu kemudian disebarluaskan, buat menyulut pembelaan bagi pihak yang keliru.

Advokat Johanes Dipa Widjaja yang menggantikan Lim Tji Tiong sebagai kuasa hukum penggugat menjelaskan kepada majelis hakim, bahwa dirinya menggantikan almarhum yang wafat karena COVID 19. Johanes Dipa Widjaja menyerahkan surat kuasanya dalam sidang Selasa 3 Agustus 2021.

Sertifikat Kalah

Dalam rapat permusyawarahan Selasa 25 Januari 2022, majelis hakim yang dipimpin Sudar SH MHum dengan anggota I Ketut Suarta SH MH dan Dr Sutarno SH MH, memutus penggugat adalah pemilik sah atas obyek sengketa seluas sekitar 6.850 m persegi sesuai Petok D No. 14345 Persil 186 klas d.II. Majelis juga menyatakan sejumlah dokumen yang dijadikan bukti oleh Mulya Hadi adalah sah.

Dokumen yng dimaksud meliputi (1) Surat Keterangan Tanah Bekas Milik Adat No. 593.21/18/436.9.31.4/2021, tanggal 26 Maret 2021, (2) Kutipan Sementara Register Tanah Tahun 2021 tertanggal 26 Maret 2021 dengan No. Register 14345 (Tetap), Persil 186, Klas D.II seluas 6.850 m persegi, dan (3) Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) tertanggal 2 Desember 2016 yang diketahui Lurah Lontar tanggal 5 Desember 2016.

Majelis juga menghukum Widowati (yang membeli tanah dari PT Darmo Permai tahun 1995 dan memiliki SHGB No 4157/Pradahkalikendal) membayar ganti rugi Rp 1 milyar kepada Mulya Hadi. Putusan dibacakan Senin, tanggal 31 Januari 2022 dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya. Pengadilan Tinggi Jawa Timur menguatkan putusan itu. Awal Maret 2023, perkara itu masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung.

Pidana Tertunda

Sebagaimana dikemukakan, Pihak Widowati mengadukan kejadian pemasangan plang oleh Mulya Hadi di lahannya ke Polrestabes Surabaya dengan Laporan Polisi No. LPB/1621/XII/2018/UM/JATIM tertanggal 13 Desember 2018. Mulya Hadi dkk diadukan melanggar Pasal 167 KUHP, yakni memaksa masuk ke pekarangan orang lain dengan melawan hukum.

Dua tahun kemudian, tanggal 12 April 2021 barulah pihak Kasat Reskrim Kapolrestabes Surabaya mengirim surat No. B/238/IV/RES1.2./2021/Satreskrim kepada Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, minta izin penyitaan papan nama yang dipasang Mulya Hadi dkk di lahan yang dipersengketakan. Lalu tanggal 19 April 2021 ada surat No. B/1322/IV/RES1.2./2021/Satreskrim kepada Wahyu Widiatmoko selaku kuasa hukum Widowati. Memberitahukan gelar khusus yang dilaksanakan pada tanggal 20 April 2021 mengenai penanangan laporan polisi No. LPB/1621/XII/2018/UM/JATIM. Tanggal 22 April 2021, pihak kuasa hukum tersebut diberitahu bahwa pemrosesan Laporan Polisi No. LPB/1621/XII/2018/UM/JATIM tanggal 13 Desember 2018 ditangguhkan karena berbenturan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956. Sejak saat itu, tidak pernah ada kelanjutan perkembangan penanganan kasus Laporan Polisi No. LPB/1621/XII/2018/UM/JATIM tanggal 13 Desember 2018.

Bunyi SEMA No 1/1956 antara lain: “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”

Surat edaran itu sebetulnya petunjuk bagi para hakim. Tetapi belakangan ini banyak ‘digunakan’ oleh penyidik yang menangani kasus-kasus pidana, yang diperkirakan ada kaitannya dengan perkara perdata. Padahal, dalam SEMA No 1/1956 juga disebutkan: “Pertangguhan pemeriksaan perkara pidana ini dapat sewaktu-waktu dihentikan, apabila dianggap tidak perlu lagi.”

Laporan Baru

Pihak Widowati minta perlindungan kepada Kapolda Jawa Timur dengan surat No. 0080/Gen/WNC-AD/WH/VI/2021 tertanggal 25 Juni 2021 sehubungan gangguan yang dilakukan sejumlah orang di lahan yang dibelinya dari PT Darmo Permai sejak dekade 1990-an.

Kuasa hukum Widowati juga membuat Laporan Polisi dengan No. LP-B/48/VI/RES.1.9./2021/RESKRIM/SPKT Polrestabes Surabaya tertanggal 7 Juni 2021. Melaporkan Mulya Hadi dan Lurah Lontar yang diduga melanggar Pasal 263 KUHP, karena membuat dan menggunakan surat keterangan penguasaan fisik atas lahan yang disengketakan. Padahal, pihak Widowati lahan itu sejak membelinya dari PT Darmo Permai.

Bunyi pasal 263 KUHP: “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.”

Meski indikasinya cukup jelas, proses penanganan laporan tersebut di Surabaya tampak tersendat-sendat. Akhirnya dibuat lagi pengaduan di Badan Reserse Kriminal Mabhes Polri di Jakarta, melalui laporan polisi No LP/B/0146/III/2022/SPKT/BareskrimPolri tertanggal 25 Maret 2022. Pihak Bareskrim Polri mulai melakukan penyelidikan sejak 11 April 2022.

Serangkaian pemeriksaan sudah dilakukan sehubungan pembuatan dan penggunaan surat pernyataan maupun keterangan penguaaan fisik bidang tanah (sporadik) tertanggal 2 Desember 2016 yang melibatkan Mulya Hadi dan Lurah Lontar. Pertengahan September 2022 sudah dilakukan gelar perkara di Mabes Polri dan disimpulkan, ada indikasi tentang tindak pidana pemalsuan keterangan.

Padahal Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menegaskan tekadnya memberantas mafia tanah. Dalam rapat tertutup bersama jajaran menterinya secara tertutup di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (23/5/2022) Presiden memerintahkan jajarannya untuk menindak tegas keberadaan mafia tanah. Jajaran menteri diminta untuk 'melenyapkan' mafia tanah yang kerap merugikan masyarakat. Hal yang sama ditegaskan Presiden dalam sambutannya saat menyerahkan sertifikat tanah untuk rakyat di Sidoarjo, Senin, 22 Agustus 2022.

Presiden Joko Widodo juga minta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto bersikap tegas terhadap para mafia tanah. Hal ini Jokowi sampaikan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis 1 Desember 2022.

Sampai awal Maret 2023, sudah sekitar enam bulan berlalu sejak gelar perkara dan ditetapkannya peningkatan dari penyelidikan ke penyidikan. Atau hampir setahun sejak laporan polisi No LP/B/0146/III/2022/SPKT/BareskrimPolri dibuat. Nyatanya, tidak ada perkembangan penyidikan yang berarti tentang pemalsuan dan penggunaan keterangan palsu itu.

Kasubdit II Direktorat Pidana Umum, Kombes Muslimin Ahmad SH SIK MH tidak bersedia memberi keterangan mengenai kasus itu. Begitu pula Kepala Bareskrim maupun Direktur Tindak Pidana Umum di Mabes Polri. Entah ada apa di sana!

Alas Hak

Ternyata, hak pembeli beritikad baik tidak selalu terlindungi. Dan sertifikat tanah juga tidak bisa menjadi jaminan kepastian hukum. Sidang perkara No 280/P/2015/PTUN.Sby di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, yang ‘membuka peluang alas hak’ bagi Mulya Hadi dkk (yang mengaku sebagai ahli waris pemilik tanah). (Baca: Kongkalikong di Tanah Petok D) Perkara ‘sederhana’ itu ditangani oleh majelis yang terdiri Edi Firmansyah SH (Hakim Ketua) dengan anggota Yarwan SH MH dan Muhamad Ilham SH MH. Putusan No 280/P/2015/PTUN.Sby memerintahkan Lurah Lontar menerbitkan surat-surat kegterangan yang diminta Mulya Hdi. Pdahal lurah itu sudah menjelaskan, lahan yang dimaksud sudah tidak ada dalam daftar kelasiran tahun 1973 (Red: tahun 1973 mulai dilakukan pembebasan tanah di kawasan itu).

Setelah mendapatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dan surat-surat keterangan dari Kelurahan Lontar (Baca putusan no 280/P/2015/PTUN.Sby), Mulya Hadi dkk menjual lahan itu dan menerima uang muka dari PT Bina Mobira Raya BMR) tanggal 5 Februari 2016 dan menerima pembayaran sebesar Rp100 juta sebagai tanda jadi (putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No 65/Pdt.g/2021/PN.Sda).

Munculnya Hak

Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, pada 4 Januari 2021 Mulya Hadi cs mendaftarkan gugatan wanprestasi kepada Stefanus Sulayman dengan nomor perkara 16/Pdt.G/2021/PN Sby untuk membatakan perjanjian jual beli. Dari putusan perkara Nomor 16/Pdt.G/2021/PN Sby, kita bisa mendapatkan fakta bahwa Mulya Hadi kemudian menjual lagi lahan (tanah bekas hak yasan Petok D Nomor: 14345, Nomor 186, Klas D.II, seluas 10.000 meter persegi di Kelurahan Lontar, Surabaya) tersebut kepada Stefanus Sulayman tanggal 9 Desember 2016.

Menurut dokumen putusan itu, lahan 10.000 m persegi di Kelurahan Lontar tersebut dihargai Rp36 miliar. Pihak Mulya Hadi mengakui menerima uang muka Rp900 juta yang dibayar Stefanus Sulayman. Pengikatan Perjanjian Jual Beli dituangkan dalam Akta No. 60 tertanggal 9 Desember 2016 yang dibuzt di depan Notaris Maria Baroroh SH. Sidang pembatalan akta notaris itu (perkara Nomor 16/Pdt.G/2021/PN Sby) dipimpin oleh majelis hakim yang terdiri Itong Isnaeni Hidayat SH MH (Hakim Ketua), bersama IGN Partha Bhargawa SH dan Dede Suryaman SH MH dengan Panitera Pengganti Mohammad Hamdan SH.

Menurut uraian dalam putusan perkara Nomor 16/Pdt.G/2021/PN Sby, Stefanus sebagai pembeli wajib mengurus sertifikat lahan tersebut atas nama Mulya Hadi dkk dalam kurun waktu paling lama dua tahun. Kenyataannya Stefanus Sulayman gagal sehingga Mulya Hadi dkk meminta pengadilan membatalkan perjanjian dan menyatakan Mulya Hadi sebagai pemilik sah tanah bekas Hak Yasan Petok D Nomor 14345, Persil 186, Klas D.II, seluas 10.000 meter persegi di Kelurahan Lontar, Surabaya.

Permintaan Mulya Hadi dkk dikabulkan oleh majelis hakim yang diketuai Itong. Perkara diputuskan pada 2 Maret 2021 dan majelis hakim membatalkan perjanjian Mulya Hadi dkk dengan Stefanus Sulayman, serta menyatakan Mulya Hadi dkk adalah pemilik sah tanah yasan atau tanah hak yang merupakan hak ulayat masyarakat setempat dan tunduk pada hukum adat.

Menjadi Hak BMR

Keesokan hari setelah putusan perkara Nomor 16/Pdt.G/2021/PN Sby di Pengadilan Negeri Surabaya, tanggal 3 Maret 2021, pihak PT Bina Mobira Raya (BMR) mendaftarkan gugatannya kepada Mulya Hadi dkk di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Perkara No 65/Pdt.g/2021/PN.Sda tersebut diadili oleh majelis hakim yang terdiri RA Didi Ismiatun SH MHum (Hakim Ketua) bersama Kabul Irianto SH MHum dan Mulyadi SH.

Dalam sidang perkara tersebut, Mulya Hadi dkk mengakui bahwa ia sudah menjual lahan (tanah bekas hak yasan Petok D Nomor 14345, Persil 186, Klas D.II, seluas 10.000 meter persegi di Kelurahan Lontar, Surabaya) itu kepada PT MBR. Mulya Hadi dkk sebagai ahli waris, juga mengaku sudah menerima pembayarannya lunas senilai Rp 38,5 milyar.

Katanya, pembayaran dilakukan dengan uang tunai Rp2,5 milyar (termasuk uang Rp100 juta tertanggal 5 Februri 2016) dan sisanya berupa kompensasi sebidang tanah no 757/Desa Sugihwaras di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban seluas 20.000 meter persegi. Tidak ada uraian lebih jauh tentang masalah pembayaran itu.

Dalam perjanjian Mulya Hadi dkk wajib mengurus lahan menjadi sertifikat atas nama PT Bina Mobira Raya paling lambatnya dalam dua tahun setelah perjanjian. Mulya Hadi dkk mengakui kegagalannya mengurus sertifikat tersebut, Mereka minta agar pengadilan mengabulkan gugatan PT BMR.

Pihak BMR minta pengadilan menyatakan jual-beli tersebut sah. Putusan No 65/Pdt.g/2021/PN.Sda di Pengadilan Negeri Sidoarjo menyatakan PT BMR adalah pemilik sah atas tanah bekas Hak Yasan Petok D Nomor 14345, Nomor 186, Klas D.II, seluas 10.000 meter persegi di Kelurahan Lontar, Surabaya.

Lahan Yayasan

Ketika rangkaian persidangan gugatan PT Bina Mobira Raya terhadap Mulya Hadi dkk sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Sidoarjo, tanggal 1 April 2021 Mulya Hadi mengajukan gugatan kepada Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera (CHHS). Yayasan itu memiliki lahan seluas 3.150 m persegi, yang dibelinya dari pihak pengembang Darmo Permai. Lahan itu terdiri atas empat sertifikat hak guna bangunan (SHGB), letaknya bersebelahan dengan lahan milik Widowati..

Dalam perkara gugatan Nomor 346/Pdt.G/2021/PN-Sby itu, Mulya Hadi mengklaim lahan 3.150 m persegi yang dikuasai Yayasan CHHS adalah bagian dari lahan 10.000 meter persegi yang diwarisi dari orangtuanya Randim P Warsiah. Mulya Hadi minta majelis hakim menyatakan seluruh SHGB milik yayasan salah lokasi, cacat hukum dan batal demi hukum.

Penggugat juga minta majelis menyatakan Yayasan CHHS terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, serta menyatakan Mulya Hadi dkk adalah pemilik sah lahan seluas 3.150 m persegi yang merupakan bagian dari tanah bekas hak yasan Petok D Nomor 14345, Persil 186, Klas D.II dengan luas 10.000 meter persegi di Kelurahan Lontar, Surabaya.

Sidang perkara gugatan Nomor 346/Pdt.G/2021/PN.Sby ini juga dipimpin majelis yang diketuai Hakim Itong Isnaeni Hidayat SH MH dengan panitera pengganti Hamdan. Hakim Itong maupun panitera pengganti Hamdan sebelumnya juga menangani perkara Nomor 16/Pdt.G/2021/PN-Sby, ketika Mulya Hadi dkk menggugat Stefanus Sulayman sehubungan transaksi objek tanah bekas hak yasan Petok D Nomor 14345, Persil 186, Klas D.II dengan luas 10.000 meter persegi di Kelurahan Lontar, Surabaya.

Entah bagaimana, pihak Yayasan CHHS tidak tahu mereka sedang digugat, sehingga tidak pernah hadir dalam persidangan. Akibatnya, rangkaian persidangan yang dipimpin majelis yang diketuai Hakim Itong berlangsung berlangsung singkat. Hanya 28 hari dihitung sejak dari sidang pertama 13 April 2021 (diputus pada 11 Mei 2021), majelis hakim memutus perkara itu dan mengabulkan semua isi gugatan Mulya Hadi. Isi putusan itu mudah ditebak, yaitu menyatakan Mulya Hadi dkk adalah pemilik sah lahan tersebut. Rksekusi dilakukan oleh juru sita 28 September 2021 dan sejak itu sampai awal Maret 2023 lahan yayasan dikuasai pihak Mulya Hadi dkk.

Mahkamah Agung

Yayasan CHHS dengan dibantu oleh advokat Ronald Talaway SH mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Permohonan Yayasan CHHS dikabulkan. Dalam sidang akhir November 2022, mahkamah yang diketuai oleh Hakim Agung Maria Anna Amiyati SH MH dengan anggota Dr Haji Panji Widagdo SH MH dan Dr Rahmi Mulyati SH MH. Isi putusannya, mengabulkan permohonan yang diajukan pemohon peninjauan kembali.

Penelusuran pada situs Mahkamah Agung awal Maret 2023 menghasilkan informasi bahwa putusan perkara Peninjauan Kembali Nomor 1131PK/PDT/2022 (nomor awal 346/Pdt.G/2021/PN.Sby) sudah dikirimkan ke Pengadilan Negeri Surabaya sejak 20 Februari 2023.

Sebagaimana dikemukakan di bagian awal tulisan ini, tanggal 8 April 2021 Mulya Hadi dkk juga mengajukan gugatan sejenis kepada Widowati dengan objek lahan di sebelah lahan milik Yayasan CHHS. Pihak Mulya Hadi dalam perkara gugatan Nomor 374/Pdt.G/2021/PN.Sby juga mengklaim lahan seluas 6.850 meter persegi (milik Widowati) merupakan bagian dari tanah warisan yang luas seluruhnya 10.000 meter persegi.

Bukti-bukti yang digunakan Mulya Hadi dkk identik dengan bukti-bukti yang diajukan dalam perkara menghadapi Yayasan CHHS. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya tertanggal 31 Januari 2022 memenangkan pihak Mulya Hadi dkk sebagai penggugat. Pengadilan Tinggi Jawa Timur menguatkan putusan itu.

Awal Maret 2023, perkaranya pada tahap kasasi di Mahkamah Agung. Jika dibandingkan dengan putusan Nomor 1131PK/PDT/2022 (nomor awal 346/Pdt.G/2021/PN.Sby) bisa dilihat perkaranya identik, penggugatnya identik, bukti-buktinya pun identik.
Entah bagaimana hasil putusan yang dimusyawarahkan hakim agung. Tim Pro Legal
Kriminal SHGB Pradahkalikendal yang ‘Terpental’
Iklan Utama 5