2 Petinggi PT Bina Putera Sejati Didakwa JPU Beri Suap Eks Kabasarnas Rp 2,4 M
Salah satu terdakwa pemberi suap mantan Kepala Basarnas saat menjalani persidangan (rep)
Jakarta, Pro Legal - Dalam persidangan Komisaris PT. Intertekno Grafika Sejati sekaligus Komisaris PT. Bina Putera Sejati, Mulsunadi Gunawan bersama Marilya selaku Direktur PT. Intertekno Grafika Sejati sekaligus Direktur PT. Bina Putera Sejati didakwa memberikan suap kepada eks Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebesar Rp 2,4 miliar.
Sesuai dakwaan, pemberian suap itu terkait kasus dugaan suap korupsi pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan di Basarnas. "Memberi cek senilai Rp 1.499.999.898,00 dan uang tunai sebesar Rp 999.710.400,00 kepada Henri Alfiandi," ujar Jaksa KPK Luki Dwi Nugroho dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (16/10).
Masih berdasarkan surat dakwaan, suap ini diberikan kepada Henri melalui Letkol Adm Afri Budi Nurcahyo selalu Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Jaksa mengatakan selama Hendri menjabat sebagai Kabasarnas terdapat pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan pada tahun anggaran (TA) 2021 dengan nilai proyek sebesar Rp 8.372.925.000.
Seperti diketahui, pada tahun 2022, terdapat pengadaan dengan barang yang sama dengan nilai proyek sebesar Rp 14.999.998.975. Di tahun 2023, kembali dilakukan hal yang sama dengan nilai proyek sebesar Rp 9.997.104.000.
Jaksa menjelaskan Henri meminta kepada Afri untuk mengelola dana yang berasal dari pemungutan fee 10 persen dari nilai proyek yang ada di Basarnas. "Alokasi pembagiannya sebesar 15 persen untuk Henri Alfiandi, 77.5 persen untuk operasional yang dikelola berdasar arahan Henri Alfiandi, sedangkan sisanya untuk cadangan ataupun yang lainnya," jelas jaksa.
Jaksa menyebut Gunawan telah kenal dengan Henri sejak 2013 ketika ia masih menjabat sebagai Komandan Lanud (Danlanud) Pekanbaru. Gunawan dan Henri juga disebut kerap berkomunikasi untuk membahas proyek yang sedang berjalan dan akan dikerjakan di Basarnas.
Salah satu proyek yang dimaksud adalah pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2021 hingga 2023. Jaksa mengungkap pada 2021 terdapat pelelangan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan pagu senilai Rp 8.438.579.600.
Pada saat itu, PT Sahabat Inovasi Pertahanan ditetapkan sebagai pemenang lelang berdasarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa Nomor 11/PPK- 04/SPPBJ/XI/SAR-2021 tanggal 16 November 2021. Namun, PT Sahabat Inovasi Pertahanan diberikan waktu terbatas atau kurang dari 1 bulan untuk menyelesaikan proyek tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan itu, Direktur PT Sahabat Inovasi Pertahanan, William Widynata pun bertemu dengan Awang Kurniawan selaku Direktur Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus sebagai PPK untuk mencari solusi.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur PT Intertekno Grafika Sejati Marilya membahas pengalihan pekerjaan dari PT Sahabat Inovasi Pertahanan ke PT Bina Putera Sejati, milik Gunawan untuk bisa menyelesaikan proyek tersebut.
Kemudian, Marilya melakukan pertemuan dengan Afri di Kantor Basarnas untuk mendapatkan arahan terkait pengerjaan pengadaan proyek tersebut. "Selanjutnya Afri Budi menjelaskan adanya arahan dari Hendri Alfiandi agar menyerahkan fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk setiap pekerjaan yang ada di Basarnas, atas penjelasan tersebut Marilya menyanggupinya," papar Jaksa.
Atas perbuatannya, Gunawan dan Marilya dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Keduanya juga dijerat dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.(Tim)