Jakarta, Pro Legal News - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) resmi mencatat revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Revisi atas UU nomor 30 tahun 2002 itu sudah diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 197 dengan nomor Tambahan Lembar Negara (TLN): 6409 tertanggal 17 Oktober 2019.
Jubir KPK, Febri Diansyah mengaku mendapat informasi mengenai diundangkannya UU tersebut pada Jumat (18/10) pagi. Namun pihak KPK kata dia belum menerima dokumen UU baru tersebut.
"Sampai saat ini belum mendapatkan dokumen UU nomor 19 Tahun 2019," kata Febri, Jumat (18/10). Jika sudah mendapat dokumennya, KPK akan membahas dan mempelajari setiap pasal untuk memutuskan tindak lanjut berikutnya.
Ketua KPK, Agus Rahardjo sebelumnya memastikan KPK tetap bekerja seperti biasa dalam mencegah dan menindak korupsi, meski UU KPK yang baru mulai berlaku. KPK bakal tetap meningkatkan penanganan perkara di tahap penyelidikan ke tahap penyidikan atau melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sepanjang memiliki bukti permulaan yang cukup.
KPK sebelumnya menyebut terdapat 26 poin dalam UU KPK baru. Dikhawatirkan ini melemahkan serta melumpuhkan KPK karena dipangkasnya kewenangan KPK melakukan penyadapan yang selama ini menjadi salah satu "senjata" KPK untuk melakukan OTT.
Dalam UU hasil revisi, penyadapan dilakukan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas dan mempertanggungjawabkan penyadapan kepada Dewan Pengawas. Hasil penyadapan yang tidak terkait dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika dan jika tidak dilakukan pejabat dan/atau barang siapa yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain soal penyadapan, poin lainnya yang berisiko menghambat kerja KPK yakni dihapuskannya bagian yang mengatur bahwa Pimpinan KPK adalah penanggung jawab tertinggi di KPK. Selain itu, pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut Umum.
Namun, Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan lebih besar ketimbang Pimpinan KPK hingga saat ini belum terbentuk. Pasal 69D UU KPK baru menyebutkan selama Dewan Pengawas belum terbentuk maka pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan seperti sebelum UU diubah. Dengan demikian, sepanjang Dewan Pengawas belum terbentuk, KPK tetap menjalankan UU nomor 30 tahun 2002.
KPK Ztelah menyiapkan Peraturan Komisi (Perkom) untuk mengantisipasi pelemahan yang terjadi dampak dari berlakunya UU KPK yang baru. Termasuk mengenai Dewan Pengawas yang belum dibentuk saat ini serta pihak yang berwenang menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) karena pimpinan KPK nantinya bukan lagi penyidik dan penuntut umum.
Di dalam Perkom tersebut, Deputi Penindakan yang nantinya menandatangani sprindik, meskipun gelar perkara tetap dilakukan di hadapan Pimpinan KPK. Dikatakan, Perkom itu tidak hanya menyangkut pihak yang berwenang menandatangani sprindik, tapi juga sejumlah poin lainnya untuk mengantisipasi berlakunya UU KPK baru.
Termasuk menyangkut Pasal 70C UU baru yang menyebutkan, "Pada saat UU ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tipikor yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU ini".
Agus mengatakan, hingga saat ini Perkom tersebut belum ditandatangani pimpinan KPK karena menunggu kepastian dari Ditjen PP mengenai kapan berlakunya UU baru. KPK juga masih berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) menyangkut UU KPK yang baru.
KPK, kata Agus, memohon Jokowi menerbitkan Perppu setelah dilantik sebagai Presiden untuk periode kedua pada 20 Oktober nanti. "Yang lebih penting kami masih berharap kami masih memohon, mudah-mudahan bapak Presiden setelah dilantik dan memimpin kembali kemudian beliau bersedia untuk mengeluarkan Perppu yang sangat diharapkan oleh KPK dan orang banyak," harapnya.
Kemkumham resmi mencatat revisi UU KPK ke Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK.
Sebelumnya hingga Kamis, 17 Oktober 2019 atau 30 hari sejak rapat paripurna DPR pada 17 September 2019 yang mengesahkan revisi UU KPK, tidak ada pihak yang menyampaikan bahwa revisi tersebut sudah resmi diundangkan.
Padahal menurut Pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Seharusnya, UU KPK versi revisi pun otomatis berlaku pada 17 Oktober 2019. Namun salinan UU No 19 tahun 2019 itu, menurut Widodo, belum dapat disebarluaskan karena masih diteliti oleh Sekretariat Negara. Tim