‘Kebocoran’ Pasar Jaya Rugikan Keuangan Pemprov DKI Belasan Milyar Rupiah
Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat menghadir operasi pasar murah jelang ramadhan di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC)
Jakarta, Pro Legal News - Direksi Perumda Pasar Jaya selama beberapa tahun merugikan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belasan milyar rupiah. Antara lain berupa tantiem kepada dewan direksi dan pengawas yang dibayarkan secara berlebihan pada tahun 2019, pemborosan dalam pembayaran konsultan hukum, tidak tertibnya penyusunan dokumen Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha (PPTU), serta penyelewengan berupa penunjukan PT MMS sebagai konsultan yang menangani sertifikasi hak pengelolaan lahan (HPL) Perumda Pasar Jaya.
Tantiem adalah keuntungan perusahaan yang dihadiahkan pemegang saham kepada direksi dan komisaris karena perusahaan mendapatkan laba bersih cukup besar. Nilai tantiem ditetapkan berdasarkan aturan yang dibuat sendiri oleh perusahaan, berbeda dengan dividen dibagi berdasarkan proporsional kepemilikan saham. Atas persetujuan Direktur Utama Perumda Pasar Jaya, tahun 2019 direksi dan dewan pengawas di perusahaan itu menerima tantiem atas laba tahun buku 2016 senilai Rp1,22 milhyar, yang bertentangan dengan Perda Nomor 2 Tahun 2009.
Tim investigasi Pro Legal mendapatkan info, ada tantiem atau jasa produksi kepada direksi dan pengawas Perumda Pasar Jaya yang dibayarkan dua kali atau dobel. Sumber Pro Legal mengungkapkan. dalam tahun 2019, direksi dan dewan pengawas menerima tantiem senilai Rp1,219 milyar (setelah dipotong pajak). Tercatat tantiem itu diberikan awal April 2019. atas laba TB 2016. “Padahal, mereka pada tahun 2017 sudah menerima jasa produksi atas laba TB 2016,” kata sumber itu.
Bocor belasan tahun
Tim Investigasi Pro Legal juga menemukan, pengelolaan dan penyimpanan data tentang tempat usaha maupun pedagang di ligkungan Perumda Pasar Jaya tidak sesuai prosedur. Setidaknya, ada 17 pasar di lingkungan Perumda Pasar Jaya yang tidak membuat dokumen Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha (PPTU) dengan direksi. Tercatat setidaknya ada 48 pasar yang rekap PPTU-nya tidak ditemukan di lingkungan administrasi Divisi Komersial dan Pengembangan Usaha Perumda Pasar Jaya. Dari kekacauan pengelolaan data tempat usaha, Direksi Perumda Pasar Jaya mengakibatkan kerugian keuangan Pemprov DKI Jakarta sekitar Rp 12,5 milyar.
Sumber Pro Legal di lingkungan Pasar Jaya mengungkapkan, ada sekitar 500 pedagang di 90 pasar di Perumda Pasar Jaya yang ‘menempati’ atau memiliki hak pakai atas lebih dari lima unit tempat usaha (TU). Selain itu, setidaknya terdapat 1.700 tempat usaha pelataran dan tenda di belasan pasar di lingkungan Perumda Pasar Jaya yang tidak tercatat. Kata sumber Pro Legal, kecurangan itu sudah berlangsung di lapangan selama belasan tahun.
Sumber Pro Legal mengungkapkan, sejak akhir tahun 2018 sampai pertengahan tahun 2020 saja, ditemukan kerugian dalam penghasilan sewa tempat atau BPP senilai Rp 12,5 milyar. Kehilangan sewa tempat usaha atau BPP yang terbesar terjadi di Unit Pasar Besar (UPB) Induk Kramat Jati di Jakarta Timur. “Kebocoran di Kramat Jati sekitar Rp 9,3 milyar selama belasan bulan,” kata sumber itu. Proyek Sertifikasi
Selain itu, ada indikasi kerugian keuangan Pemprov DKI senilai Rp 3,5 milyar akibat kongkalikong dalam penunjukan konsultan proyek sertifikasi hak pengelolaan lahan (HPL) di 63 lokasi di lingkungan Perumda Pasar Jaya. Pemilihan dan penunjukan PT MMS sebagai konsultan yang menangani sertifikasi hak pengelolaan lahan (HPL) Perumda Pasar Jaya juga terlihat tidak wajar dan diwarnai proses akal-akalan.
Direktur Keuangan dan Administrasi Perumda Pasar Jaya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) bersama staf di Pengadaan dan Pengelolaan Aset (DPPA) menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Mereka menetapkan HPS senilai Rp16.773.350.000.
Pihak PT MMS mengajukan penawaran pekerjaan sertipikasi HPL di lingkungan Perumda Pasar Jaya dengan nilai Rp 16,464 M. Sedikit lebih rendah dari HPS yang disusun pihak Pasar Jaya. Pesaingnya, PT BMS mengajukan penawaran dengan nilai Rp18,14 milyar.dan PT BSM mengajukan penawaran Rp 17,36 M. Akibatnya PT MMS lolos sebagai perusahaan jasa konsultan pemenang.
Direksi Perumda Pasar Jaya kemudian menunjuk PT MMS dan membuat Perjanjian Jasa Konsultasi No 305/1.711 tertanggal 12 Juli 2019. Dalam perjanjian awal disepakati bahwa pekerjaan sertipikasi itu diselesaikan selama tujuh bulan, sampai 31 Desember 2019. Belakangan dibuat tiga kali addendum yang memperpanjang jangka waktu kontrak sampai dengan 31 Agustus 2021.
Dari realisasi pembayaran kepada PT MMS senilai Rp 4.74 milyar, ternyata hanya Rp 1,1 M yang bisa dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti pengeluaran yang wajar dan sah. Sisanya, pengeluaran senilai Rp 3,55 milyar tidak didukung bukti pengluaran yang sah dan wajar.
Tiga Konsultan Hukum
Juga ada indikasi Perumda Pasar Jaya diduga memboroskan ratusan juta rupiah per tahun guna membayar jasa konsultan hukum. Ada firma hukum yang menjadi langanan Perumda Pasar Jaya selama belasan tahun. Setidaknya, ada tiga konsultan hukum yang ditunjuk pihak Pasar Jaya dan di antaranya ada yang mendapat tunjangan hari raya. Tidak diperoleh keterangan rinci tentang pekerjaan ketiga konsulgtaan itu di lingkungan Perumda Pasar Jaya. “Cuma ada perjanjian dan Surat Perintah Kerja (SPK, Red) yang diterbitkan direksi Perumda Pasar Jaya buat tiga firma konsultan hukum,” sumber Pro Legal menjelaskan.
Redaksi sudah menanyakan secara resmi kepada pihak Direksi Perumda Pasar Jaya mengenai sejumlah temuan itu, namun sampai laporan ini diturunkan, belum diperoleh tanggapan. Pihak direksi tidak membantah temuan tentang penyelewengan itu. Tim