Dirut Jasa Marga Subakti Syukur, saat menerima Anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi BUMN, Andre Rosiade, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Kantor PT. Jasa Marga (Persero) Tbk di Gerbang Tol Cikampek Utama di Karawang, Jawa Barat, Rabu (19/4)
Jakarta, Pro Legal News - Banyak sekali transaksi di lingkungan PT Jasa Marga Tbk (Persero) yang bisa digolongkan sebagai transaksi internal. Yakni sejenis transaksi atau aktivitas finansial yang hanya melibatkan bagian yang ada dalam suatu perusahaan. Transaksi internal lebih memfokuskan pada pergeseran yang terjadi dalam aspek-aspek keuangan di perusahaan tersebut.
Sejumlah sumber Pro Legal menguraikan, pada dasarnya kegiatan bisnis PT Jasa Marga Tbk bisa digolongkan dalam tiga kelompok besar. Yakni pemegang konsesi jalan tol, pendukung operasi jalan tol dan kegiatan lain yang bersifat prospektif. Semuanya dijalankan oleh Jasa Marga Bersama anak-anak perusahaannya.
Menurut sumber itu, sejauh ini konsesi jalan tol masih menjadi bisnis utama Jasa Marga. Dilakukan dengan skema bisnis Invest-Build-Operate (IBO) maupun Invest-Build-Sell (IBS). Dilaksanakan dengan pola pendanaan berdasarkan tahapan dan kondisi ruas jalan tol berupa metoda contractor pre financing (CPF) bagi pengembangan tol baru atau sekuritisasi di lingkungan jalan tol yang telah menguntungkan.
Anak Perusahaan
Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit, sampai akhir Maret 2023, Panjang seluruh jalan tol yang beroperasi di Indonesia adalah 2.623,51 kilometer. Hal ini diungkapkannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Selasa (28/3/2023). Semuanya 70 ruas jalan tol yang beroperasi, dikelola oleh 49 Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Kebanyakan BUJT adalah anak perusahaan PT Jasa Marga Tbk. Artinya, Jasa Marga merupakan pemegang saham dalam sebagian besar BUJT. “Karenanya, transaksi antara PT Jasa Marga Tbk dengan anak perusahaannya boleh dibilang merupakan transaksi internal,” ujar sumber Pro Legal.
Pelaksanaan operasional jalan tol, dikerjalan oleh PT Jalantol LingkarLuar Jakarta (JLJ) dan PT Jasa Marga Tollroad Operator (JMTO). Karena masalah perburuhan di lingkungan PT JLJ, sejak tahun 2016 PT Jasa Marga Tbk lebih mengutamakan pengembangan PT JMTO. Pada tahun 2023 ini, karyawan PT JLJ hanya tinggal beberapa puluh orang, sedang karyawan PT JMTO berjumlah sekitar 3.700 orang.
Sumber Pro Legal menguraikan, sekitar 70-80 persen dari seluruh jalan tol yang beroperasi di Indonesia dilayani oleh PT JMTO. “Tapi sekarang JMTO mulai menerapkan program pnsiun dini. Karena pembayaran di gerbang sudah dilayani oleh pemindai pembayaran digital. Tidak memerlukan petugas pengumpul uang tol seperti 2-3 tahun yang lalu,” katanya.
Pekerjaan pemeliharaan jalan tol, dilakukan oleh PT Jasa Marga Tollroad Maintainance (JMTM) yang juga anak perusahaan PT Jasa Marga Tbk. Sementara itu, kegiatan usaha yang bersifat prospektif dikerjakan oleh PT Jasa Marga Related Business (JMRB), yang juga anak perusahaan PT Jasa Marga Tbk.Baik konsesi,pengoperasian maupun pemeliharaan dan kegiatan prospektif di lingkungan jalan tol, nyaris seluruhnya dikerjakan oleh anak-anak perusahaan PT Jasa Marga Tbk.
Kenyataannya, hampir semua jabatan direksi di anak-anak perusahaan itu, bahkan sampai tingkat manajer maupun pelaksananya, diisi oleh karyawan-karyawan PT Jasa Marga Tbk. Direksi sejumlah BUJT di Pulau Jawa, diisi oleh karyawan atau pensiunan PT Jasa Marga Tbk maupun kelompok perempuan eksklusif yasng menyebut dirinya Srikandi Jasa Marga. “Makanya, hampir semua transaksinya boleh dibilang transaksi internal,” ujar sumber di lingkungan BUMN itu.
Tidak efisien
Kegiatan transaksi internal seperti itu, mengakibatkan banyak penggunaan anggaran berlangsung secara tidak efisien. Contohnya terjadi pada PT Marga Trans Nusantara (PT MTN) sebagai Badan Usaha Jalan Tol yang menguasai ruas tol Parigi-Kunciran di Tangerang Selatan. Pembangunannya ditengarai banyak mengalami kebocoran dana. Kontrak pemborongan pekerjaan pembangunan jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) II Paket 1 (Kunciran – Parigi) yang semula Rp 1,24 trilyun membengkak jadi sebesar Rp1,7 trilyun setelah melalui tujuh kali perubahan (addendum). Batas penyelesaian pekerjaan yang semula tanggal 25 November 2018 mulur menjadi tanggal 13 Januari 2020.
Saham PT MTN dimiliki secara patungan oleh PT JM Tbk (60 persen), PT ATN (30 persen) dan PT TAS (10 persen). Sumber Pro Legal di lingkungan PT MTN mengungkapkan, cukup banyak pemborosan dalam pembiayaan pekerjaan itu. Di antaranya MTN kelebihan membayar jasa pemborongan pembangunan jalan tol Kunciran – Parigi senilai Rp 5.45 milyar.
Kecerobohan pembayaran
Sumber Pro Legal di lingkungan PT Jasa Marga Tbk juga mengungkapkan bahwa perusahannya melakukan kecerobohan dalam pembayaran fee pekerjaan kepada PT JMTM dan PT JMTO. Kecerobohan itu antara lain diketahui Ketika dilakukan audit keuangan kegiatan tahun 2018/2019. Melibatkan kontrak antara PT Jasa Marga dengan kedua anak perusahaannya dengan anggaran senilai Rp 6,78 trilyun.
Dalam seluruh kontrak itu, PT Jasa Marga selaku induk perusahaan bertindak sebagai pemilik aset (asset owner), sedang kedua anak perusahaannya (JMTM dan JMTO) bertindak sebagai penyedia jasa manajemen atau provider. Pihak JMTO mendapat jatah Rp 2,02 trilyun, guna mengelola pelayanan operasi jalan tol dalam kota atau Jakarta-Tangerang-Cengkareng (JTC), Jagorawi, Purbaleunyi, Padaleunyi, Surabaya-Gempol, Sedyatmo. Semarang dan Belmera. Sedang PT JMTM beroleh kontrak jasa manajemen perawatan atau pemeliharaan jalan tol selama tiga tahun, dengan nilai anggaran Rp 3,76 trilyun.
Secara keseluruhan, kedua anak perusahaan Jasa Marga yang menangani pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol itu meraup kontrak senilai Rp 6,78 trilyun (2018/2019). Sumber Pro Legal menyebutkan, dalam audit ditemukan ada pembayaran fee manajemen pengoperasian dan pemeliharaan kepada PT JMTO dan PT JMTM yang tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp22,6 milyar.
Kecerobohan di tingkat Jasa Marga Tbk sebagai induk perusahaan, menular ke anak-anak perusahaannya. Sumber berbeda di lingkungan JMTO mengungkapkan, ada cukup bukti kecurangan dalam realisasi pembelanjaan JMTO di sejumlah ruas jalan tol. Pihak direksi JMTO sebetulnya mengetahui kebocoran anggaran operasional tersebut. “Tapi Direksi JMTO tidak berani menindak karena melibatkan manajer dan wakil direksi,” ujar sumber itu, “Apalagi (mantan) wakil direksi itu punya hubungan dekat dengan Direksi Jasa Marga.” Tim