Keberadaan PT. Food Station Tjipinang Justru Menjadi Ancaman Bagi Para Pedagang
M pemilik Hak Sewa Gudang N 3, saat berbicara kepada perwakilan pihak Foodstation Jaya sebagai pengelola Pasar Induk Beras Tjipinang
Jakarta, Pro Legal - Saat ini harga kebutuhan pokok terutama beras, di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya sedang melambung, sehingga banyak masyarakat yang menjerit. Hal itu karena faktor terjadinya kemarau panjang yang mengakibatkan pasokan beras dari para petani sedang terganggu. Sementara impor beras dari Thailand yang dilakukan oleh Bulog berdasarkan keterangan sumber, tidak didistribusikan secara baik. Justru suplay beras dari Bulog ke PT Food Station Tjipinang itu digunakan untuk Operasi Pasar (OP). Tetapi Operasi Pasar itu diduga hanya melibatkan segelintir pedagang atau cukong di Pasar Induk Cipinang.
Menurut keterangan sejumlah pedagang, hanya beberapa orang cukong yang dekat dengan petinggi PT. Food Station Tjipinang saja yang kecipratan rezeki. Padahal berdasarkan keterangan sumber, Bulog telah melakukan droping beras sebanyak 5000 ton perminggu. Tetapi banyak pedagang yang mengaku tidak dilibatkan sama sekali. Sehingga dampak kenaikan beras itu tidak dirasakan sama sekali oleh para pedagang. Malah mereka justru merasakan dampak sebaliknya, karena penjualan beras melalui mekanisme Operasi Pasar (OP) itu dilepas dengan harga murah, maka beras pedagang itu tidak laku sama sekali.
Padahal, seperti diketahui tujuan didirikan PT Food Station Tjipinang pada tahun 1972 adalah untuk menjadi buffer stok (penyangga pangan) dan stabilisator harga beras untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya sekaligus sebagai bagian dari sistem ketahanan pangan. Untuk itulah BUMD yang penyertaan modalnya dari Pemprov DKI Jakarta ini memiliki fungsi dan peran untuk membina para pedagang beras di kawasan Pasar Induk Cipinang. Namun alih-alih mau menjalankan fungsi pembinaan, berdasarkan keterangan sejumlah pedagang kepada redaksi, PT Food Station Tjipinang justru ikut buka lapak dan berdagang dan menjadikan para pedagang itu sebagai kompetitor (pesaing). Kondisi itu jelas memunculkan persaingan tidak sehat dan melanggar tujuan semula dibentuknya PT Food Station Tjipinang.
Lebih tragis lagi, berdasarkan keterangan sejumlah sumber, PT Food Station Tjipinang justru menggunakan supplay beras dari Bulog sebanyak 5000 ton perminggu untuk melakukan Operasi Pasar (OP) sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi untuk melakukan intervensi pasar dan menekan kenaikan harga. Tetapi OP yang dilakukan PT Food Station Tjipinang itu diduga disalah gunakan dan hanya melibatkan segelintir cukong yang tergabung dalam Perpadi. Sementara para pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Pasar Induk Cipinang (Perppic) tidak dilibatkan justru mereka terkena imbasnya, karena permintaan pasar langsung ngedrop. Sehingga omset para pedagang mengalami penurunan yang sangat drastis.
Berdasarkan keterangan dari sumber yang berbeda, ketika melakukan Operasi Pasar PT Food Station Tjipinang diduga melakukan tindakan yang sangat konyol. Pihak PT Food Station Tjipinang diduga menimbun beras suplay dari Bulog sebanyak 753,2 ton di gudang milik salah seorang pedagang berinisial M, tanpa sepengetahuan pemiliknya. Aksi penimbunan itu diduga melibatkan cukong-cukong beras di Pasar Induk Cipinang yang selama ini dinilai tidak tersentuh oleh hukum.
Dugaan Penimbunan Beras Impor Thailand Milik Bulog
Penimbunan beras sebanyak 753,2 ton itu dilakukan di Gudang N 3, Pasar Induk Cipinang. Konon beras itu telah masuk ke Pasar Induk Cipinang, mulai bulan Februari 2023 dan baru dikeluarkan pada bulan Agustus 2023. Artinya beras itu telah ditimbun atau diendapkan dan selama enam bulan. Sesuai dengan informasi yang diperoleh, Dirut Bulog, Budi Waseso marah besar dan mengancam akan mencopot direksi yang terindikasi melakukan penimbunan beras itu.
Ironisnya, pemilik gudang yang berinisial M mengaku tidak tahu sama sekali jika gudang yang telah disewanya itu dipergunakan untuk menimbun beras asal Thailand yang diimpor oleh Bulog dan diberikan ke PT Food Station Tjipinang selama enam bulan. Meskipun hingga saat ini dia masih memilki hak sewa. Anehnya, ketika kuasa hukum M mempertanyakan masalah penimbunan beras itu perwakilan Pt Food Station Tjipinang mengaku tidak tahu menahu.
Selain persoalan distribusi beras yang tidak melibatkan semua pedagang di Pasar Induk Cipinang. Berdasarkan keterangan sumber Pro Legal, ada dugaan terjadinya manipulasi atau penyimpangan dana penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp.26.671.250.456,- yang digelontorkan ke PT. Food Station Tjipinang. Masih berdasarkan keterangan dari sumber yang sama, Pelaksanaan Penjualan Pangan Murah kepada Perumda Pasar Jaya tidak sesuai dengan perjanjian. Bahkan diduga masih ada stok barang senilai Rp. 10.017.270.000 yang tidak jelas jluntrungannya. Sumber tersebut juga menambahkan jika ada pengeluaran direksi menngunakan kartu kredit koorporat di Bank BNI sebesar Rp 470.668.497,- yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu diduga ada pembayaran pajak tantiem yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Sehingga keberadaan PT. Food Station Tjipinang yang semula untuk menunjang sistem ketahanan pangan, sekaligus memberikan pembinaan terhadap para pedagang beras di Pasar Induk Cipinang ternyata tidak sesuai harapan. Bahkan tak ubahnya menjadi ‘musuh dalam selimut’ bagi para pedagang. PT Food Station Tjipinang diduga hanya untuk mengeduk keuntungan bagi sejumlah oknum yang bekerja sama dengan para cukong. PT FST, terkesan menjadi alat bagi para cukong untuk ‘menghancurkan’ para pedagang kecil.
Hingga berita ini ditulis, surat konfirmasi yang dikirimkan redaksi Pro Legal, terkait dugaan penimbunan beras impor dari Thailand serta dugaan penyimpangan dana penyertaan modal dari Pemprov DKI Jakarta kepada Dirut PT. Food Station Tjipinang, Pamrihardi Wiraryo belum memperoleh jawaban. Ketika dipertanyakan melalui WA, yang bersangkutan menjawab singkat,”Silahkan Hub Korseknya Mas,” ujarnya singkat. (Red)