Terungkap Modus Baru Korupsi Kasus Asabri, Diduga Lakukan Money Laundering
Jakarta, Pro Legal News - Ada temuan baru, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi dan keuangan PT Asabri (Persero). Tersangka diduga melakukan tindakan pencucian uang lewat transaksi bitcoin. Bitcoin adalah mata uang kripto yang menggunakan teknologi peer-to-peer (P2P) untuk beroperasi, tanpa otoritas pusat atau bank sentral seperti mata uang sebuah negara pada umumnya.
Pengelolaan transaksi bitcoin dilakukan secara kolektif oleh sebuah jaringan, sehingga didesain bersifat publik, tidak ada yang memiliki atau mengontrol bitcoin, dan semua orang dapat mengambil bagian transaksinya. Penyidik Kejaksaan Agung telah memanggil sejumlah pihak yang berkaitan dengan transaksi bitcoin di Indonesia, salah satunya Direktur PT Indodax Nasional Indonesia berinisial OAD, untuk mengungkap modus dalam kasus Asabri.
Indodax merupakan perusahaan dagang aset kripto yang sudah terdaftar dan legal menurut Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Penyidik hingga saat ini masih menghitung jumlah transaksi yang dilakukan para tersangka melalui bitcoin. Menurut Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Eka Nanda Ravizki, cuci uang lewat transaksi bitcoin merupakan modus yang terbilang baru dalam kasus tindak pidana korupsi.
Eka menerangkan, sebelumnya telah lazim digunakan dalam kasus pendanaan terorisme maupun kasus transaksi jual beli narkoba. "Sebenarnya penggunaan bitcoin atau virtual currency itu adalah modus yang sering digunakan untuk mencuci uang dalam kasus pendanaan terorisme dan transaksi jual beli-narkotika," ujar Eka, Selasa (20/4).
Dalam analisa Eka, modus itu lazim digunakan lantaran terorisme dan narkotika merupakan tindak kejahatan yang membutuhkan pendanaan atau transaksi keuangan bersifat 'siluman' sehingga tak terdeteksi. Dalam kasus tindak pidana korupsi, ia menyebut modus cuci uang lewat transaksi bitcoin mulai dilakukan seiring perkembangan teknologi yang memudahkan pelaku kejahatan menyamarkan aset."Memang modus ini mulai lazim digunakan untuk cuci uang kasus korupsi, mengingat perkembangan IT sehingga lebih mudah melakukan modus ini. Berbeda dengan dulu, yang butuh pengetahuan IT yang advance," ujarnya.
Menurut Eka modus ini sangat sulit diendus aparat,"Sangat sulit untuk dideteksi karena teknologi blockchain yang ada di bitcoin atau virtual currency lainnya itu membuat orang dapat melakukan transaksi anonim, cepat dan fleksibel, tanpa harus melalui financial institution semisal bank," ujarnya. Tetapi hal itu menurut Eka masih bisa dilacak melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), karena lembaga ini bisa menelusuri walau tidak bisa menindak.
Hal itu terbukti saat terjadi kasus bom Sarinah pada 2016, PPATK mengetahui ada aliran virtual currency ke Indonesia untuk pendanaan terorisme. "Jadi untuk tracking, saran saya, penegak hukum harusnya ajak PPATK kerja sama," ujarnya. (Tim)