Pro Legal News - Para pemberi utang (kreditor) yang bernegosiasi dengan pihak yang berutang (debitor) harus betul-betul jeli. Terutama menghadapi debitor ‘nakal’ yang terancam kepailitan, yang didahului dengan proses PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang). Salah satu ciri kenakalan debitor adalah berusaha mengulur waktu dalam proses PKPU, yang seharusnya selesai dalam tempo maksimal 270 hari. Undang-undang tentang Kepalilitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU) tidak secara tegas menyatakan bahwa kewajiban penjamin termasuk ‘ikut membayar utang’ jika debitor ingkar.
Para kreditor harus betul-betul meneliti perikatan dengan pihak penjamin, karena Pasal 1821 KUHPerdata menegaskan tidak ada penjaminan apa-apa tanpa adanya perikatan yang sah. Pasal 1822 KUHPerdata menekankan bahwa bukan mustahil penjamin hanya menanggung sebagian utang dari debitor dengan syarat-syarat yang lebih ringan. Pasal 1234 KUHPerdata menegaskan bahwa tagihan pemenuhan prestasi tidak melulu berupa utang, melainkan bisa juga berupa kewajiban buat melakukan sesuatu, atau malah ‘buat tidak melakukan sesuatu’.
Dalam perkara No 12/Pailit/1998/PN Niaga/Jak.Pst, Judiono Tosin dan Drs Yanes Naibnaho selaku pihak penjamin (debitor) menolak kreditor lain yang bukan kreditor dalam oerkara pailit. Dalam perkara lainnya (No 02/KN/1999), Nyonya Iswati Sugianto bertindak sebagai penjamin pribadi atas piutang Hasim Sutiono senilai Rp 1 milyar kepada PT Kutai Kartanegara Prima Coaal (KKPC).
Mahkamah Agung dalam putusan kasasi perkara No02/KN/1999 membenarkan para kreditor yang menempatkan Nyonya Iswati Sugianto bukan sebagai debitor utama. Sehingga penyitaan terhadap kekayaan PT KKPC dalam boedel pailit didahulukan. Harta penjamin baru disita (dan dilelang) jika harta kekayaan PT KKPC tidak mencukupi atau sudah tidak ada.
Satu kasus lain, membuktikan bahwa penjamin bisa lolos dari kewajibannya membayar jaminan, terjadi dalam gugatan China Comercial bank (CCB) melawan PT Asuransi Jasa Indonesia (AJI). Pihak AJI tanggal 6 Mei 1997 menerbitkan Akta Penjaminan terhadap Global Note yang diterbitkan oleh PT Tripatria Citra Saranan (Tripatira). CCB 14 Mei 1997 melalui Bank of Switzerland Cabang Singapura membeli 5.000.000 dollar AS dari 50.000.000 dollar AS Global Note yang diterbitkan Tripatria. Kewajiban AJI sebagai penjamin (borgtoch atau guarantee) guna membayar utang Tripatria timbul karena adanya Akta Penjaminan 6 Mei 1997. Mahkamah Agung dalam putusan kasasi No 33/KN/1999 menolak permohonan CCB. Mahkamah menyatakan pembuktian hubungan antara CCB dengan AJI bukan hal yang sederhana sehingga perlu dibuktikan melalui peradilan perdata di pengadilan negeri, bukan melalui pengadilan niaga.
Selain itu, Mahkamah menegaskan bahwa AJI adalah perusahaan asuransi, yang memiliki aturan khusus tentang kepailitan. Dalam putusan kasasi disebutkan, kepailitan perusahaan asuransi hanya bisa dimohonkan melalui Menteri Keuangan. Artinya, AJI tidak bisa dipailitkan oleh CCB meski telah menerbitkan Akte Penjaminan dan ingkar membayar kewajiban Tripatria yang dijaminnya.
Artinya, jaminan berupa personal guarantee (jaminan pribadi) dan corporate guarantee (jaminan perusahaan) tidak serta-merta bisa menyelesaikan utang debitor.
Kreditor harus betul-betul sadar bahwa pelunasan melalui penjaminan, harus melalui jalan berliku! (Albert Kuhon)