Pemerintah Diminta Memberi Perhatian Lebih Masalah Kanker
Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat
Jakarta, Pro Legal News - Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat sekaligus penyintas kanker meminta pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap permasalahan kanker. Perhatian dimaksud, menjamin pelayanan berkualitas, aman, tepat waktu yang hasil terapinya memberikan kualitas hidup yang tinggi untuk pasien.
Hal itu disampaikan berkaitan dengan hari Kanker se Dunia yang diperingati setiap tanggal 4 Februari. Sebab, laporan Kementerian Kesehatan menyebutkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penderita kanker di Indonesia semakin meningkat.
Pada 2013 prevalensi kanker di Indonesia sebanyak 1,4 per seribu penduduk meningkat menjadi 1,79 per seribu penduduk pada 2018. Secara spesifik, data Globocan (Global Cancer Observatory) menunjukkan bahwa angka kejadian tertinggi di Indonesia untuk laki-laki adalah kanker paru-paru sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk.
Diikuti kanker hati sebesar 12,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk perempuan, kanker payudara masih menjadi yang tertinggi dengan 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk, diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.
Dari segi pembiayaan, penyakit kanker menyerap anggaran besar yang disediakan pemerintah melalui BPJS Kesehatan. Laporan BPJS Kesehatan menyebutkan selama 2014-2018, penyakit kanker menghabiskan biaya Rp13,3 triliun dari total biaya penyakit katastropik sebesar Rp78,3 triliun.
Melihat data tersebut, Legislator NasDem Lestari Moerdijat yang biasa disapa Rerie mengatakan, pemerintah harus menekan trend meningkatnya jumlah penderita kanker khususnya kanker payudara sekaligus menurunkan angka kematian akibat kanker. Caranya dengan membuka akses seluas luasnya bagi masyarakat melakukan deteksi dini dengan mudah dan terjangkau agar sejak awal masyarakat mengetahui adanya kanker tersebut.
Rerie mengutip Dr Inez Nimpuno yang juga seorang penyintas, mengatakan, tingginya angka kematian penderita kanker di Indonesia karena beberapa hal. Di antaranya, belum cukupnya jumlah rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang menangani kanker.
Pelayanan kesehatan belum memadai dan belum berkualitas serta sistem pelayanan kesehatan belum mempunyai kerangka yang jelas. Khudusnya mengenai layanan pasien kanker yang berkesinambungan sejak didiagnosa sampai tahap paliatif dan program jaminan nasional kesehatan (JKN/BPJS) belum bisa menjamin layanan terapi kanker secara memadai.
Berkaitan dengan kesadaran masyarakat, Inez Nimpuno mengatakan, masyarakat terlambat berobat atau datang ke dokter setelah stadium lanjut. Penanganan kanker yang terlambat dipastikan menyebabkan angka kematian tinggi.
Sedangkan terkait akses pelayanan kesehatan, Inez mengatakan kurangnya jumlah tenaga kesehatan dengan keahlian yang memadai untuk penanganan kanker. Selain itu, obat dan alat kesehatan yang tidak selalu tersedia, fasilitas kesehatan untuk layanan terapi kanker yang lengkap tidak mencukupi dalam kuantitas dan kualitas dan secara geografis hanya tersedia di kota besar. “Pemerintah perlu memperbanyak rumah sakit dan tenaga medis yang berkualitas di daerah untuk melayani penyintas kanker. Jangan membiarkan penyintas kanker menderita dan akhirnya meninggal hanya karena terbentang jarak yang jauh dari rumah sakit yang memungkinkan mereka berobat,’’ kata Rerie.
Untuk memperkecil risiko terkena kanker, Rerie mendesak pemerintah melakukan program nasional deteksi dini yang memadai dengan cara mudah dan terjangkau. Deteksi dini semacam itu sudah dilakukan dalam kasus kanker leher rahim.‘’Kita menyadari program deteksi dini kanker tentu memakan biaya yang tidak sedikit. Tetapi negara semestinya berpihak pada penyelamatan nyawa rakyat,’’ tambah Rerie lagi.
Mengenai jaminan kesehatan melalui APBN dalam program JKN/BPJS, Legislator NasDem itu mengatakan, pemerintah harus terus menyiapkan obat-obatan yang dibutuhkan penyintas kanker. Dia mengapresiasi pemerintah melalui Menteri Kesehatan Letnan Jenderal TNI (Purn) Terawan Agus Putranto yang telah mendengarkan suara para penyintas kanker payudara HER2 dengan menanggung kembali penggunaan obat trastuzumab oleh BPJS mulai 1 April 2020.Tim