Jakarta, Pro Legal News - Menurut Ketua Umum SBPP, Mangatur Nainggolan SE, SH ,MH, CPA, UU No 13 tahun 2003, saat ini harus segera direvisi untuk menjawab kebutuhan para tenaga kerja agar diberlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Hal itu dikemukakan Mangatur seusai melakukan audiensi dengan Dirjen PPHI dan Jamsos, Kementerian Tenaga Kerja.
Aktivis buruh yang juga praktisi hukum ini mengungkapkan jika, isu revisi UU 13/2003 bukan wacana baru. Hampir tiap tahun sejak 2006, selalu masuk dalam daftar Prolegnas (program legislasi nasional). Artinya memang ada kebutuhan untuk membuat aturan perundang undangan yang melindungi baik hak pekerja maupun hak pengusaha. Akan tetapi formatnya haruslah mengakomodir perlindungan pada semua pihak bukan hanya segelintir golongan saja. Sebab pelaksanaan nilai sila 2 kemanusiaan adil dan beradab haruslah terakomodir dalam perumusan Undang-Undang Ketenaga Kerjaan atau undang-undang apapun yang berkaitan dengan hak rakyat.
Menurut Mangatur, hal ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila yang dimuat dalam makna hubungan industrialis Pancasila yang harmonis. Salah satu deklarator SBPP ini ingin me-reaktualisasi nilai Pancasila dalam hubungan industrial Pancasila. Dalam penjelasnya, Mangatur menuturkan jika hubungan industrialis Pancasila, itu tidak memposisikan buruh sebagai faktor produksi belaka, tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
Karena itu perlakuan pengusaha kepada buruh bukan hanya dilihat dari segi kepentingan produksi belaka akan tetapi haruslah dilihat dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya. Tak ada kompromi disitu. Bahwa nilai-nilai Pancasila memang rigid tidak fleksible; atau elastis; rigid dalam makna memberi perlindungan terhadap hak-hak mendasar buruh sebagai manusia merdeka.
Bahwa tujuan di rumuskannya dan diberlakukannya sebuah undang-undang adalah melindungi bukan mengebiri, tujuan penegakan hukum, itu berkisar pada 5 point, Pertama, mengubah pola pikir masyarakat. Kedua, pengembangan budaya hukum. Ketiga, jaminan kepastian hukum. Keempat, pemberdayaan hukum. Terakhir, pemenuhan keadilan.
Mangatur menilai jika, revisi UU 13/2003 itu kondisi dilematis. Di satu sisi data penegakan aturan ketenaga kerjaan menyatakan UU 13/2003, sudah 30 kali di judicial review; yang separuh dari hasil judicial review nya memenangkan hak buruh sebagai sebuah aturan hukum, dapat dikatakan UU 13/2003 compang camping, akan tetapi upaya revisi peraturan yang menyangkut hajat hidup orang banyak haruslah melindungi hak kedua belah pihak, bukan memaksakan kehendak segolongan orang saja. Sampai saat ini pihak serikat pekerja belum memiliki kajian ilmiah/draft revisi sebagai usulan dari pihak buruh, sementara Kadin-Apindo pun sama, kendati mereka memiliki point yang akan di revisi yaitu upah, hubungan kerja yang semakin flexible, jaminan pensiun (terkait pesangon), hak mogok kerja. Belum adanya draft atau kajian ilmiah dari versi buruh Inilah lemahnya daya tawar buruh yang harus di upayakan persatuan antara semua elemen buruh saat ini. Satukan cara pandang, rajut persatuan, galang kebersamaan, Bahwa sebuah aturan harus melindungi kepentingan dua belah pihak buruh dan pengusaha.
Bahkan pengacara berpenampilan low profile ini juga menilai, masih banyak pasal-pasal yang multi tafsir dan hanya garang diatas kertas tapi lemah dalam mewujudkan keadilan. Akan tetapi dalam kenyataan hari ini sinyal yang diberikan oleh pemerintah dalam isu revisi UU 13/2003 hanya menyerap keresahan pengusaha saja, dan sampai saat ini belum melibatkan pendapat-pendapat serikat pekerja dalam perumusannya.
Sila ke-dua Pancasila ini mengandung makna warga Negara Indonesia mengakui adanya manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia yang memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tinggi dan harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan manusia secara adil dan beradab di mana manusia memiliki daya cipta, rasa, karsa, niat dan keinginan sehingga jelas adanya perbedaan antara manusia dan hewan. “Oleh Karena itu merespon kondisi hari ini kami menyatakan sikap menolak wacana revisi UU 13/2003, karena hanya mengakomodir sebelah pihak dalam merumuskan konstitusi sementara hasil dari undang-undang tersebut, nantinya akan di rasakan oleh lapisan terbawah dalam struktur masyarakat, yaitu buruh itu sendiri. Kesejahteraan buruh dan kemenangan kaum buta hukum, adalah harga mati bagi kami. Bahwa revisi memang harus memihak pada kepentingan buruh sebagai elemen terlemah, revisi harus menjamin penegakan hukum bukan keleluasaan investasi tapi mengesampingkan penegakan aturan,” ujarnya. Tim