a a a a a a a a a a a
Kacau, Pengelolaan SDM di PT JMTO | Nasional | Prolegal News
logo
Tentang KamiKontak Kami
Iklan Utama 2

Kacau, Pengelolaan SDM di PT JMTO

Kacau, Pengelolaan SDM di PT JMTO
Jakarta, Pro Legal News - Pengelolaan sumberdaya manusia (SDM) di lingkungan PT Jasa Marga Tollroad Operator (JMTO) masih kacau. Direksi maupun para pejabat Human Resource Capital (HRC) yang mengelola SDM PT JMTO lebih menerapkan manajemen berdasarkan ‘titipan’ serta ‘like and dislike’.

“Sangat kentara pihak JMTO tidak bisa menghindari titipan dari oknum di PT Jasa Marga sebagai induk perusahaan,” ujar Dr Ir Albert Kuhon SH, pengamat masalah jalan tol. Ia menengarai, pihak JMTO tidak bisa menolak titipan oknum-oknum PT Jasa Maarga karena sebagian direksi PT JMTO pun masih karyawan PT Jasa Marga.

Kuhon diwawancarai Pro Legal awal Juni 2024 sehubungan semrawutnya pengelolaan sumberdaya manusia di lingkungan PT JMTO. Dewasa ini JMTO mengoperasikan lebih dari 1.800 gardu tol yang tersebar di 316 gerbang tol, di sepanjang 2.234 km jalan tol di seluruh Indonesia. Saat ini, PT JMTO melayani 36 ruas jalan dan puluhan perusahaan pengelola (pemegang konsesi) jalan tol atau badan usaha jalan tol (BUJT) di seluruh Indonesia.

Baik JMTO maupun hampir semua BUJT itu merupakan anak perusahaan PT Jasa Marga. “Di anak-anak perusahaan tersebut, para pensiunan dan sebagian karyawan PT Jasa Marga maupun keluarga karyawan Jasa Marga ‘dititipkan’,” ujar Kuhon lebih lanjut.

Banyak karyawan ‘titipan’ dari lingkungan Jasa Marga yang mampu bekerja profesional. Tetapi ada sebagian yang bekerja seenaknya karena merasa punya pelindung oknum Jasa Marga. Misalnya, ada petugas patroli jalan tol atau layanan bergerak (mobile customer services) yang berani terang-terangan tidur pada jam kerja. Ketika ditegur atasannya, dia malah lebih galak. Dia mengancam akan mengadukan atasan itu kepada pamannya yang menjadi pengurus serikat pekerja di Jasa Marga,

Ada juga manajer sumberdaya manusia di JMTO, yang tahun silam menyebarluaskan rahasia atau data pribadi para karyawan. Manajer itu malah dipromosikan pada kedudukan yang lebih tinggi di anak perusahaan Jasa Marga yang lain dan ditugasi melakukan likuidasi perusahaan itu.

JMTO
PT JMTO juga anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) PT Jasa Marga. JMTO adalah perusahaan yang menjual jasa pengoperasian jalan tol. Mulai dari pengumpulan dan penghitungan uang masuk dari gardu-gardu di gerbang tol, layanan bergerak (mobile customer services) atau patroli, penderekan mobil, kegiatan administrasi dan lain-lain.

JMTO didirikan pada tanggal 21 Agustus 2015 dengan nama PT Jasa Layanan Operasi (JLO). Menurut berbagai sumber, PT JLO disiapkan sebagai ‘pengganti’ PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (JLJ) yang sedianya didirikan guna menjual jasa pengoperasian jalan tol. PT JLJ akhirnya diperkecil lingkupnya dan digantikan oleh PT JLO karena Serikat Pekerja dalam perusahaan itu menjadi sangat kuat. Tahun 2018, PT JLO berubah nama menjadi PT JMTO.

UU PDP
Salah satu bentuk semrawutnya pengelolaan SDM di lingkungan PT JMTO adalah penyebaran data pribadi karyawan. Tahun 2023, pihak JMTO melakukan uji kesehatan berkala bagi karyawannya. Sejumlah karyawan PT JMTO resah akibat data pribadi mereka tersebar di kalangan teman-temannya.

Manajer Human Capital Support (HCS) melalui Nota Dinas nomor B8.053 menyebarluaskan nama-nama para karyawannya yang diduga teridikasi penyakit tertentu. “Terdapat 17 karyawan yang harus segera diperiksa dan ditindaklanjuti karena terindikasi TB Paru aktif, “ tulis Manajer HCS itu dalam nota dinasnya.

Selain itu, dalam nota dinas itu diungkapkan juga 39 karyawan yang diduga mengidap TB aktif. Manajer HCS mengirimkan nota dinas kepada para manajer area, lengkap dengan daftar nama puluhan orang tersebut.

Sebagian manajer area kemudian mengunggah nota dinas itu secara lengkap ke grup-grup WA karyawan JMTO yng jadi bawahannya. Sehingga seluruh anggota grup tahu penyakit orang-orang yang disebutkan oleh Manajer HCS dalam nota dinas itu.

Pasal 67 ayat (2) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) menegaskan bahwa: “Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 (empat) miliar rupiah.”

Bagi korporasi seperti PT JMTO, pidana penyebaran data pribadi dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat dan/atau korporasi. Pidana bagi korporasi berupa denda maksimal 10 kali lipat dari maksimal denda yang diancamkan. Selain pidana denda, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana diatur di dalam Pasal 70 ayat (4) UU PDP.


Like and Dislike
Penerapan aturan berdasarkan ‘Like and Dislike’ jubga sangat kental terlihat di lingkungan PT JMTO. Misalnya, buat menjadi staf administratif, seorang penjaga gerbang tol harus lulus dalam tes tertentu. “Nyatanya ada beberapa staf administratif yang diangkat tanpa lewat tes, karena rekomendasi dari Vice President PT JMTO,” tutur Kuhon.

Aturan lain mempersyaratkan staf administratif harus menjalani tes tertentu buat menduduki jabatan yang lebih senior. Kuhon mengungkapkan cukup banyak yang lulus tes meski kemampuannya pas-pasan. “Ada juga yang punya kemampuan, tetapi tidak diluluskan oleh pengujinya yang sentiment,” katanya.

Contoh ‘like and dislike’ juga diperlihatkan direksi PT JMTO dalam pemberian hadiah. Pada acara peringatan ulangtahun PT JMTO belum lama ini, ada karyawan yang beroleh hadiah melalui undian. Nama karyawan itu dua kali muncul sebagai pemenang undian. “Tetapi diumumkan bahwa direksi dua kali membatalkan hadiah buat pemenang itu, dengan alasan orangnya tidak hadir,” kata Kuhon.

Ketika diundi lagi, muncul nama karyawan lain sebagai pemenangnya. Direksi tidak membatalkan pemenangnya, padahal jelas-jelas pemenang itu tidak hadir karena sedang bertugas di kota lain. “Itu kan contoh ‘like and dislike’ yang sangat jelas sekali,” ujar Kuhon.

Di tingkat operasional, ada karyawan PT JMTO yang bisa membangkang perintah atasan langsungnya, karena merasa dirinya masih karyawan PT Jasa Marga. Ada juga yang membangkang karena merasa orangtuanya karyawan PT Jasa Marga. “Wajar kalau manajernya pakewuh memberi sanksi,” kata Kuhon pula.

Dilarang Berserikat
Sejumlah karyawan di lingkungan PT JMTO menuturkan kepada Redaksi Pro Legal, di sana hanya ada paguyuban karyawan yang dikendalikan oleh pihak direksi. Meski sebagian saham PT JMTO adalah milik koperasi karyawan PT Jasa Marga, di perusahaan itu tidak diizinkan pembentukan serikat pekerja.

“Pengelolaan SDM di JMTO bisa semau-maunya perusahaan,” tutur salah seorang karyawan PT JMTO di Taman Mini (Jakarta Timur). Beberapa karyawan yang dihubungi Pro Legal akhir Mei mengakui, para pejabat Human Resource Capital (HRC) yang mengelola SDM PT JMTO selama ini menerapkan manajemen berdasarkan ‘titipan’ serta ‘like and dislike’.

Sejumlah karyawan mantan PT JLJ menuturkan dirinya masih menjadi karyawan kontrak di PT JMTO, walau sudah bekerja bertahun-tahun dan mengalami beberapa perpanjangan kontrak. Sementara itu, ada juga karyawan kontrak yang ‘titipan’ justru diberi kesempatan naik ke jenjang karir supervisor. “Pokoknya, kalau tidak punya hubungan baik dengan petinggi JMTO atau bukan titipan dari pihak PT Jasa Marga, susah mendapat jenjang karir yang lebih tinggi,” tutur karyawan itu. Tim
Nasional Kacau, Pengelolaan SDM di PT JMTO
Iklan Utama 5