Putusan Pengesahan Pernikahan Beda Agama di PN Jakut Dinilai Bertentangan Dengan SEMA
Ilustrasi (rep)
Jakarta, Pro Legal - Dalam keterangannya Mahkamah Agung (MA) menyinggung Surat Edaran MA (SEMA) yang melarang pengadilan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat berbeda agama.
Hal itu terkait dengan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang menyatakan pernikahan Katolik dan Kristen Protestan sah menurut hukum. "Terkait permohonan penetapan perkawinan antarumat yang berbeda agama, Mahkamah Agung telah menerbitkan pedoman sebagaimana termuat dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2023 yang pada pokoknya melarang Pengadilan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi dalam keterangannya, Selasa (29/8).
Menurut Sobandi, dalam proses penyusunan SEMA itu, Kelompok Kerja (Pokja) MA disebut telah melibatkan para stakeholder terkait, antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama dan pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Upaya itu dilakukan untuk menyerap aspirasi dengan tetap mempedomani ketentuan Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Keterangan itu disampaikan Ketua Kamar Pembinaan MA Takdir Rahmadi dalam Pembinaan Teknis dan Administrasi bagi Pimpinan, Hakim, dan Aparatur Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama pada empat Lingkungan Peradilan seluruh Indonesia di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (28/8) lalu.
Sobandi mengatakan SEMA yang telah diterbitkan oleh MA juga telah sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU-XX/2022 tanggal 31 Januari 2023.
Dia menyebutkan jika pada pokoknya, pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan tidak bertentangan dengan prinsip jaminan hak memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya; persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan.
Lalu, hak untuk hidup dan bebas dari perlakuan diskriminatif; hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan; hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil; serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. "Terkait isu pelanggaran HAM terhadap pelarangan perkawinan antarumat yang berbeda agama, dapat diterangkan bahwa implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan HAM di negara-negara sekuler, di mana HAM di Indonesia tetap mengacu kepada Pancasila sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," jelas Sobandi.
Seperti diketahui, PN Jakarta Utara sebelumnya menyatakan pernikahan GABA, pria beragama Katolik, dengan RYA, perempuan beragama Kristen Protestan, sah menurut hukum. Putusan dengan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Utr itu ditetapkan pada 8 Agustus 2023 lalu.
Hakim PN Jakarta Utara Yuli Effendi yang mengadili permohonan ini juga mengizinkan para pemohon untuk melangsungkan pencatatan perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara. "Memberikan izin kepada para pemohon untuk melangsungkan pencatatan Perkawinan Beda Agama di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara dan memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Utara untuk melakukan pencatatan tentang perkawinan beda agama para pemohon ke dalam Register Pencatatan Perkawinan," demikian salinan putusan yang dikutip pada Senin (28/8).
Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa para pemohon telah melangsungkan perkawinan atau pemberkatan perkawinan secara agama Katolik pada 1 Februari 2023 di Gereja ST. Yohanes Bosco Paroki Danau Sunter Keuskupan Jakarta.
Hal itu berdasarkan Surat Perkawinan (Testimonium Matrimoni) Nomor Register III Halaman 028 Nomor 1634 yang ditandatangani oleh Pastor Andre Delimarta, SDB selaku Pastor Kepala dan Pastor Tarsisius Trianto, SDB selaku Pastor yang memberkati perkawinan. Hakim Yuli menggunakan ketentuan Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan dan Pasal 50 ayat (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 108 Tahun 2019 dalam pertimbangannya.
Hakim Yuli menyatakan perkawinan yang telah dilangsungkan antara para pemohon dapat dicatatkan setelah mendapat penetapan dari PN Jakarta Utara.(Tim)