Setelah Vonis Tunda Pemilu 2024, Hakim Tengku Oyong Cs Bakal Dilaporkan ke KY
Gedung Komisi Yudisial di Jalan Salemba, Jakarta Pusat (rep)
Jakarta, Pro Legal - Setelah mengeluarkan putusan yang kontroversial, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memutus penundaan tahapan Pemilu 2024 2024, yakni Tengku Oyong, H. Bakri, dan Dominggus Silaban akan dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY) pada hari ini, Senin (6/3).
Pihak pelapor itu adalah Kongres Pemuda Indonesia (KPI) yang diwakili advokat Pitra Romadoni. Satu laporan lain dibuat oleh Themis Indonesia Law Firm dan Perludem. Hakim T Oyong dkk diduga telah melakukan pelanggaran karena mengabulkan perkara yang bukan kewenangan absolutnya.
Putusan majelis hakim itu juga dianggap bertentangan dengan Perma 2/2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. "Oleh karena itu, dapat diduga majelis hakim yang memeriksa perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst melanggar prinsip kode etik dan pedoman perilaku hakim bersikap profesional," ujar Ihsan Maulana dari Perludem melalui keterangan tertulis, Minggu (5/3).
Seperti diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) untuk seluruhnya dengan menghukum KPU tidak melaksanakan tahapan Pemilu 2024. "Mengadili, menghukum tergugat [KPU] untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari," demikian amar putusan tersebut.
Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada Kamis (2/3). Dalam amar putusan itu, hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta kepada Partai PRIMA. "Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad). Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat [KPU] sebesar Rp410 ribu," ujar hakim.
Sementara Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah lantaran KPU menyatakan banding. Meski belum inkrah, PN Jakarta Pusat tetap mendapat kritik keras termasuk dari pemerintah dan akademisi. Menanggapi putusan itu, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan putusan tersebut harus dilawan habis-habisan secara hukum. Ia mendukung langkah KPU yang mengajukan banding.
Mahfud yakin KPU pasti menang dalam upaya hukum banding di pengadilan tinggi. Menurutnya, pengadilan negeri tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan penundaan tahapan Pemilu. "Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum," ujar Mahfud.
Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai PN Jakarta Pusat tidak mempunyai yurisdiksi atau wewenang untuk menunda tahapan Pemilu 2024 secara nasional. Ia menyatakan PN Jakarta Pusat telah menentang konstitusi dengan mengeluarkan vonisi yang salah satunya menghukum KPU untuk tidak melaksanakan tahapan Pemilu 2024. "Tidak diperkenankan pengadilan negeri memutuskan untuk menunda Pemilu karena itu bukan yurisdiksi dan kewenangannya, tidak dimungkinkan untuk itu berdasarkan prinsip dan ketentuan di konstitusi," ujar Feri.(Tim)