Harus Ada Antisipasi Terjadinya Pembangkangan Sipil
Ilustrasi
Oleh : Gugus Elmo Ra’is
Pro Legal News - Polemik pemberlakuan, lockdown, social distancing, physical distancing hingga karantina wilayah untuk menanggulangi penyebaran Covid 19 sudah seharusnya segera dihentikan. Karena polemik hanya akan membuat masyarakat bingung langkah mana yang harus dituruti. Semua pihak harus segera meletakan kepentingan politik masing-masing dan tidak saling menghujat sekaligus segera mencari solusi bersama. Sebagai Presiden Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Jokowi harus segera mengambil inisiatif untuk memanggil semua kepala daerah untuk duduk bersama dan rembugan menyamakan persepsi dan langkah dalam menghadapi wabah Corona.
Sehingga ada kesamaan cara pandang dan langkah untuk bersama melawan Corona, dan menentukan petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan itu sekaligus menghapus kesan terjadinya sikap saling berebut kewenangan antara pusat dan daerah. Tidak perlu terjadi sikap pembenaran dengan menggunakan berbagai instrument hukum yang ada. Selama mau duduk bersama dan rembugan niscaya perbedaan pandangan itu bisa dieliminir, sehingga pemerintah bisa segera mengambil kebijakan yang tepat guna untuk menyelamatkan jiwa rakyatnya. Karena sikap kita yang ‘cakar-cakaran’ secara politik itulah yang menjadikan langkah pemerintah membendung bencana itu menjadi lamban.
Apapun kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah Jaring Pengaman Sosial (social safety net). Dengan catatan pemberian bantuan masyarakat yang terdampak wabah Corona, itu tidak hanya terhadap masyarakat yang miskin absolut tetapi juga terhadap masyarakat setengah miskin. Karena ukurannya buat masyarakat itu sangat sederhana yakni ketersediaan pangan dan pengurangan beban biaya selama masa kebijakan itu berlaku. Sementara kebijakan pemerintah yang sudah dikeluarkan sampai saat ini belum membuat semua masyarakat tenang karena sebagian masih was-was dengan kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Bila pemerintah abai dengan masalah itu dan hanya mengharap pengertian dari masyarakat, maka potensi terjadinya pembangkangan sipil (civil disobediens) sangat besar. Pembangkangan sipil itu bisa dalam bentuk masyarakat yang tidak menggubris berbagai kebijakan pemerintah itu. Karena dalam pikiran mereka hanya bagaimana mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka apapun taruhannya. Warning ini bukan hiperbola atau mendramatisir keadaan untuk menakut-nakuti, tetapi kita harus belajar dari India dan Italia yang sudah mulai terjadi penjarahan karena langkanya bahan makanan.
Bila pembangkangan sipil itu sampai terjadi, maka bukannya hanya treatment atau kebijakan melawan Covid 19 itu yang akan sia-sia tetapi lebih dari itu sikap masyarakat itu akan justru merongrong kewibawaan pemerintah sekaligus memunculkan apatisme masyarakat. Fenomena terjadinya pembangkangan secara halus itu kini sudah terlihat dengan banyaknya masyarakat yang masih melakukan aktivitas sekaligus mengabaikan anjuran pemerintah untuk bekerja di rumah melalui tageline, Work Form Home (WFH).
Kondisi itu menunjukan jika cara berkomunikasi pemerintah yang sangat buruk, entah makna terminologi Work From Home (WFH) itu apa bagi para pekerja sektor informal seperti, tukang Ojol, supir taksi, kuli bangunan, buruh pabrik, pekerja toko, kuli panggul, tukang sayur, petani dan nelayan atau pegawai sektor jasa yang jumlahnya tentu jauh lebih besar dari pada pekerja sektor formal. Penggunaan idiom-idiom dan terminology yang sok akademis itu justru akan membuat masyarakat bawah akan semakin bingung, pemerintah ini ngemeng epe ?.
Poin yang tak kalah penting adalah stop semua polemik, meski perbedaan pandangan itu merupakan bagian dari demokrasi. Semua elemen bangsa harus tetap berkepala dingin, dan jangan saling hujat antara pemimpin yang memiliki afiliasi politik yang berbeda. Karena justru polemik itulah yang turut menciptakan ketakutan atau sikap paranoid ketimbang kecemasan karena ksehatan mereka sendiri (health axienty). Apalagi wabah ini telah menciptakan kecemesan di dunia (the shock of the world comunity).
Komunikasi dan koordinasi antara semua elemen bangsa serta implementasi secara komperhensif akan menjadi langkah yang holistik dalam melawan wabah secara bersama-sama sekaligus bisa merawat semangat kebangsaan dan nasionalisme yang saat ini mulai luntur, karena digerus oleh kepentingan politik sesaat. Esensi politik adalah seni untuk menegosiasikan berbagai perbedaan menjadi sebuah kekuataan untuk mencapai kemaslahatan bersama. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya sikap saling menihilkan dan mengabaikan kelompok lain. ***