Marhaban ya ramadhan, sebagai ibadah rutin (mahdah) bagi kamu muslim puasa di bulan Ramadhan adalah sebuah kewajiban seperti yang telah diperintahkan oleh sang Khalik dalam QS Al Baqarah 183. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”. Momentum inilah menjadi saat yang tepat bagi kaum muslim untuk memenuhi kebutuhan transedentalnya untuk berkeluh kesah dengan ‘bermanja-manja ria’ dengan Allah SWT. Karena dalam bulan ini ada event spesial bagi yang beruntung untuk mendapat malam lailatul qodar yang dideskripsikan lebih baik dari seribu bulan.
Selain momentum untuk melakukan tadabur (perenungan) dan muasabah (evaluasi) diri, event puasa sebagai bulan tarbiyah (waktu untuk belajar) ini juga bisa mengkaji sekaligus melaksanakan kegiatan yang bersifat multi dimensi. Bahkan bila kita mengkaji, puasa di bulan Ramadhan memiliki dimensi sosial yang sangat luas, terutama di saat terjadinya wabah Covid 19 seperti saat ini. Apalagi bila kita mau mengkaji secara kaffah (holistik) maka momentum bulan Ramdahan ini kita bisa maksimalkan untuk menangani berbagai persoalan yang saat ini sedang membelit Bangsa Indonesia.
Dalam dimensi personal, saat inilah kesempatan yang paling tepat bagi setiap kaum muslim untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik dengan melakukan i’tikaf di tempat-tempat ibadah agar bisa melakukan komunikasi secara intensif dengan sang pencipta secara khusyuk. Sehingga memiliki probalitas segala keinginannya bisa dikabulkan oleh Allah SWT. Atau setidaknya akan tercapai sebagai pribadi yang ma’shum (bersih dari dosa), karena selama momentum Ramdahan ini banyak membaca istighfar sebagai lafal permohonan ampun atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukannya.
I’tikaf dalam konteks terjadinya wabah seperti saat ini bisa dimaknai sebagai upaya untuk melakukan isolasi diri serta social distancing untuk mencegah penularan Covid 19. Upaya isolasi diri akan semakin maksimal karena dalam Ramadhan inilah tidurnya kaum muslim bisa bermakna ibadah seperti dalam hadist yang dirawi Abdullah Bin Aufi dalam Syu’abul Iman yang menyatakan, “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”
Sehingga kalau kita mau ber i’tibar (belajar dasar hukumnya) semua persoalan itu bisa dijelaskan menggunakan dalil aqli (dalil akal) serta dalil naqli (dalil yang tertulis) dalam berbagai kitab. Seperti misalnya pemberlakuan social distancing, lockdown, hingga isolasi diri yang sebelumnya pernah disinggung dalam QS Al Ahzab 33 yang menyatakan, ”Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Artinya, jauh hari sebelum pageblug ini terjadi di Wuhan dan menjalar ke seluruh dunia, kitab suci telah mengatur metodologi untuk memberantas dan melawan wabah yang pada masa abad pertengahan dikenal sebagai (thaun). Sekaligus menjelaskan jika momentum puasa di bulan Ramadhan dengan berbagai ritual yang harus dijalaninya ini merupakan metodolgi yang efektif untuk melawan Covid 19. Hanya karena keengganan kita ber i’tibar kita tidak tahu cara yang lebih efektif untuk menghadang pageblug itu.
Selain dalam dimensi kesehatan, momentum Ramdahan ini diwajibkan bagi kaum muslim untuk melaksanakan social safety net (Jaring Pengaman Social) dengan memperbanyak sedekah serta zakat yang biasa dibayarkan pada akhir puasa Ramadhan. Seandainya seluruh umat Islam mau bersedekah dan membayar zakat, maka niscaya beban keluarga yang terdampak Covid 19 itu akan cukup terkurangi bebannya sekaligus sebagai perwujudan pelaksanaan social safety net yang menggunakan basic community, tidak melulu berharap bantuan dari negara yang kondisinya saat ini justru megap-megap cari utangan baru. Misalnya dengan menawarkan pandemic bond yang pada gilirannya akan menjadi beban berat bagi generasi penerus nanti. Maklum utang luar negeri kita telah menggelembung segede gunung.
Wacana kebijakan melakukan money printing (cetak uang) juga belum tentu efektif karena akan membuat inflasi melambung tinggi. Maka upaya yang paling efektif adalah maksimalkan bulan Ramdhan ini untuk melakukan isolasi diri serta social distancing melalui program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar penularan Covid 19 itu bisa segera dihentikan. Sekaligus meningkatkan kesetiakawanan nasional melalui sedekah dan zakat, agar beban masyarakat yang terdampak wabah Corona itu bisa diminimalisir. Apabila semua elemen masyarakat memiliki kesadaran itu ketahanan bangsa ini akan menjadi lebih baik. Sehingga setelah badai berlalu kita segera kembali running sebagai negara yang kuat dan diperhitungkan.***