Merugikan Keuangan Pemprov DKI Belasan Milyar Rupiah
Eks Dirut Perumda Pasar Jaya Arief Nasrudin saat mendampingi Mantan Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan di acara peresmian Jakgrosir di Kepulauan Seribu
Jakarta, Pro Legal News - Pengelolaan dan penyimpanan data tentang tempat usaha maupun pedagang di lingkungan Perumda Pasar Jaya masih acak-acakan. Setidaknya, ada 17 pasar di lingkungan Perumda Pasar Jaya yang tidak membuat dokumen Perjanjian Pemakaian Tempat Usaha (PPTU) kepada direksi. Bahkan setidaknya ada 48 pasar yang rekap PPTU-nya tidak ditemukan di lingkungan administrasi Divisi Komersial dan Pengembangan Usaha Perumda Pasar Jaya.
Penelusuran tim Pro Legal juga menemukan, cukup banyak pedagang yang menunggak pembayaran biaya pengelolaan pasar (BPP) maupun dendanya. Tidak adanya PPTU mengakibatkan tidak ada perikatan hukum yang menjamin dan mengatur hak maupun kewajiban pihak pedagang dan Perumda Pasar Jaya. Semuanya menjadi rancu jika ada sengketa hukum. Padahal Direksi Perumda Pasar Jaya membayar secara rutin ratusan juta rupiah honor tiga firma hukum yang dikontraknya.
Sumber Pro Legal di lingkungan Pasar Jaya mengungkapkan, ada sekitar 500 pedagang di 90 pasar di Perumda Pasar Jaya yang ‘menempati’ atau memiliki hak pakai atas lebih dari lima unit tempat usaha (TU). Hak Pemakaian yang melebihi lima unit TU itu menimbulkan potensi monopoli oleh pedagang atau badan usaha tertentu.
Sumber itu menjelaskan juga, ada setidaknya 1.700 tempat usaha yang tergolong pelataran dan tenda di belasan pasar di lingkungan Perumda Pasar Jaya. Tempat usaha yang demikian merupakan sumber kecurangan di lapangan selama bertahun-tahun. “Mungkin sudah belasan tahun, karena memang harga sewanya tidak diatur sama sekali,” kata sumber itu.
Dikemukakannya juga, pengelolaan data yang berantakan itu menyebabkan perhitungan tarif sewa atau BPP yang lebih rendah dari semestinya. Menurut sumber Pro Legal, sejak penerapan tarif akhir tahun 2018 sampai pertengahan tahun 2020, ditemukan kerugian BPP senilai Rp 12,5 milyar. “Itu temuan pemeriksaan Bepeka (Badan Pemeriksa Keuangan, Red) dua tahun yang lalu,” ujar sumber itu.
Sumber lain mengungkapkan, kehilangan sewa tempat usaha atau BPP yang terbesar terjadi di Unit Pasar Besar (UPB) Induk Kramat Jati di Jakarta Timur. “Kebocoran di Kramat Jati sekitar Rp 9,3 milyar selama belasan bulan,” kata sumber itu.
Ternyata, cukup banyak kerugian keuangan Pemprov DKI Jakarta yang berlangsung di lingkungan Perumda Pasar Jaya. Dari kekacauan pengelolaan data tempat usaha saja, muncul kerugian sekitar Rp 12,5 milyar. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ada juga kerugian keuangan Pemprov DKI senilai Rp 3,5 milyar yang terjadi akibat kongkalikong dalam penunjukan konsultan proyek sertifikasi hak pengelolaan lahan (HPL) di 63 lokasi di lingkungan Perumda Pasar Jaya. Belum lagi pembayaran kontrak tiga konsultan hukum oleh pihak direksi, yang mencapai ratusan juta rupiah.
Redaksi Pro Legal sudah meminta tanggapan resmi dari pihak Direksi Perumda Pasar Jaya. Namun sampai berita ini diturunkan, belum diperoleh respon. Tim