a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami

Jasa Marga Ceroboh, JMTO Ketiban Rezeki

Jasa Marga Ceroboh, JMTO Ketiban Rezeki
Dirut Jasa Marga Surbakti Syukur, saat bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menggelar rapat koordinasi di Kantor Jasa Marga Km 70B Gerbang Tol Cikampek Utama
Jakarta, Pro Legal News - Pihak PT Jasa Marga (Persero) dinilai melakukan kecerobohan dalam pembayaran fee pengelolaan pekerjaan kepada PT Jasa Marga Tollroad Maintenance (JMTM) dan PT Jasa Marga Tollroad Operator (JMTO). Kecerobohan itu antara lain melibatkan anggaran kontrak Rp 6,78 trilyun (tahun 2018/2019) antara PT Jasa Marga dengan kedua anak perusahaannya.

Dalam seluruh kontrak itu, PT Jasa Marga selaku induk perusahaan bertindak sebagai pemilik aset (asset owner), sedang kedua anak perusahaannya (JMTM dan JMTO) bertindak sebagai penyedia jasa manajemen atau provider. Dalam kontrak-kontrak itu, pihak JMTO mendapat jatah Rp 2,02 trilyun, guna mengelola pelayanan operasi jalan tol dalam kota atau Jakarta-Tangerang-Cengkareng (JTC), Jagorawi, Purbaleunyi, Padaleunyi, Surabaya-Gempol, Sedyatmo. Semarang dan Belmera.

Dalam perioda yang sama, Jasa Marga mengikatkan diri dalam kontrak manajemen perawatan dengan PT JMTM. Nilai kontraknya, buat jasa manajemen perawatan atau pemeliharaan jalan tol selama tiga tahun, mencapai Rp 3,76 trilyun. Secara keseluruhan, kedua anak perusahaan Jasa Marga yang menangani pengoperasian dan pemeliharaan jalan tol itu meraup kontrak senilai Rp 6,78 trilyun (2018/2019).

Menurut catatan redaksi, kontrak antara Jasa Marga dengan pihak JMTO meliputi pelayanan transaksi, pelayanan lalu lintas dan pemeliharaan rutin fasilitas, gedung maupun bangunan pendukung jalan tol. Komponen kontrak manajemen pelayanan itu terbagi menjadi biaya operasional rutin (operational expenditure atau opex) yang dibayar secara lumpsum dan biaya pekerjaan at cost yang terbagi lagi menjadi pekerjaan yang menggunakan modal (capital expenditure atau capex) dan pekerjaan pemeliharaan sarana kerja. Fee atau keuntungan yang didaur oleh pihak JMTO, adalah selisih antara nilai kontrak dengan nilai realisasi pekerjaan.

Empat Ruas

Data yang dikumpulkan redaksi menunjukkan, perhitungan HPS (harga perkiraan sendiri) dilakukan oleh pihak Jasa Marga tanpa dukungan data yang rinci. Akibatnya, harga perhitungan sendiri (HPS) bagi komponen capex sama dengan nilai yang dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Jasa Marga.

Sumber Pro Legal di lingkungan PT Jasa Marga (Persero) mengungkapkan, dari nilai kontrak manajemen pengoperasian jalan tol yang bernilai Rp 12,92 milyar (tahun 2018/2019), pihak PT JMTO meraup keuntungan 31,79 persen atau Rp 4,11 milyar. “Itu cuma kontrak di empat ruas jalan tol. Yakni Jagorawi, Cipularang-Purbaleunyi, Belmera dan tol dalam kota Jakarta,” ujar sumber tersebut, “ Belum kita hitung ruas tol yang lain.”

Dirinci lebih lanjut, khusus dari capex dalam manajemen pengoperasian Jagorawi saja PT JMTO meraup keuntungan Rp 3,04 milyar. Anggaran kontraknya meliputi pembuatan sistem perlindungan petir, pengadaan kantor petugas patroli (mobile customer services), genset dan instalasi listrik, yang keseluruhannya bernilai Rp 7,854 milyar.

Kecurangan

Menurut kalangan dalam di PT Jasa Marga, situasi seperti itu diakibatkan oleh cerobohnya panitia pengadaan yang menghitung harga pekerjaan manajemen pengoperasian jalan tol. Keadaan demikian mengakibatkan PT Jasa Marga (Persero) bertindak sangat tidak efisien. “Meski uangnya masuk ke anak perusahaan sendiri,” tutur sumber Pro Legal.

Diungkapkannya, kecerobohan dan kecurangan juga terjadi dalam realisasi pengoperasian JMTO di masing-masing ruas jalan tol. Ada kebocoran anggaran bahan bakar kendaraan operasional di berbagai ruas, ada juga penyelewengan dana keamanan dan ketertiban serta ada juga asisten manajer di ruas tertentu yang menggunakan kwitansi dan stempel palsu buat mencatatkan ‘pengeluarannya’.

“Tapi kejadian-kejadian itu di tingkat pelaksanaan di ruas-ruas tol. Nanti kita bahas lebih rinci,” kata sumber itu, “Sekarang kita bicarakan yang tingkat perusahaan dulu.”

PT JMTO adalah anak perusahaan PT Jasa Marga Tbk, yang terhitung sejak tanggal 4 Oktober 2019, sahamnya senilai Rp 228,554 M (99,98 persen) dimiliki BUMN penguasa jalan tol itu dan saham Rp 46 juta (0,02 persen) dimiliki oleh Induk Koperasi Karyawan Jasa Marga (Inkopkar Jaga). Dewasa ini JMTO mengoperasikan lebih dari 30 ruas jalan tol di seluruh Indonesia dan membawahi lebih dari 3.500 karyawan.

Pengoperasian gerbang tol dengan sistem pembayaran uang digital, mengakibatkan JMTO harus melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap sebagian besar karyawannya. Sebagian diberhentikan melalui program pensiun dini, sebagian lagi sudah dipindahkan guna menangani pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh vendor atau subkontraktor JMTO.

JMTO sebetulnya bukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melainkan sekadar anak perusahaan suatu BUMN. Namun peraturan perusahaan yang diterapkan kepada karyawannya identik dengan peraturan perusahaan BUMN. Termasuk semboyan AKHLAK, singkatan Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif yang dicanangkan Kementerian BUMN

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara tegas meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) mengawal kedisplinan instansi pemerintah serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal itu ditegaskan Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah (Rakornas PIP) di Istana Negara pertengahan tahun 2022.

Redaksi sudah menghubungi direksi PT Jasa Marga (Persero) guna mendapatkan penjelasan atas berbagai penyimpangan tersebut. Namun sampai berita ini diturunkan, belum didapat tanggapan. Tim
Tipikor Jasa Marga Ceroboh, JMTO Ketiban Rezeki