a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami

KPK Jangan Tebang Pilih Periksa LHKPN Pejabat

KPK Jangan Tebang Pilih Periksa LHKPN Pejabat
gedung KPK di bilangan Kuningan, Jakarta Pusat (rep)
Jakarta, Pro Legal- Pelaporan harta kekayaan merupakan salah satu cara untuk memberantas korupsi dan membentuk kejujuran laporan aparatur negara yang bersih dan berintegritas. Untuk mendorong semangat tersebut di lingkungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, maka melalui Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 perihal LHKPN dan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor: SE/05/M.PAN/01/2006 perihal LHKPN, para Gubernur dan Bupati/Wali Kota diminta untuk menetapkan jabatan-jabatan strategis dan rawan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan instansinya yang diwajibkan untuk menyampaikan LHKPN, sesuai aturan UU no. 28 tahun 1999 tentang pemerintahan bersih bebas KKN. PP No. 94 Tahun 2021 dan Peraturan BKN no. 6 tahun 2022 tentang disiplin ASN.

Polemik pelaporan harta kekayaan pejabat ini kembali berhembus menyusul kasus dugaan penganiayan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo, anak mantan pejabat Kabag Umum DJP Jakarta Selatan II Ditjen Pajak Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo. Kini merembet ke pejabat Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Damyanto. Dua pejabat ini sama-sama doyan pamer harta di media sosial.

Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Kurnia Zakaria perlu langkah sistemik untuk menyelesaikan persoalan dugaan korupsi tidak hanya di tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) namun juga kepada instasi lainya. "KPK juga jangan tebang pilih menelisik LHKPN pejabat. Harta kekayaan pejabat kan sebelumnya dilaporkan melejit juga. Bahkan dulu ada Kepala Satuan Pamong Praja DKI Jakarta Arifin yang harta kekayaannya periode 2021 sekitar Rp 24,5 miliar, sekarang sudah sepi tidak jelas aja tuh," ujar Kurnia, Jum'at (3/3).

Untuk itu, Kurnia Zakaria menegaskan, bahwa KPK seharusnya tidak hanya fokus pada penelusuran harta terhadap dua pejabat dilingkungan Kemenkeu yang saat ini sedang disorot publik. " Pejabat lainnya juga dong harus diperiksa, agar masyarakat terus-terusan berburuk sangka kepada para pejabat yang disebut-sebut kaya raya," tegas Kurnia Zakaria.

KPK sebelumnya telah menyoroti harta kekayaan Arifin ini. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2021, Arifin tercatat memiliki total kekayaan mencapai Rp 24,5 miliar.

Sementara itu, Arifin sebelumnya menyebutkan bahwa dalam pengisian data tersebut terdapat kelebihan yang dimasukkan oleh pihaknya. “Ada kesalahan dalam pengisian data, ada kelebihan waktu mengisi, nanti kita perbaiki ya,” kata Arifin kepada wartawan di Balai Kota, Selasa (20/12/2022) lalu.

Soal berapa angka pasti LHKPN, Arifin menyebutkan sedang dalam proses penghitungan. Agar lebih jelas terkait berapa total kekayaannya yang seharusnyga dilaporkan. “Lagi dihitung, lagi dihitung ya. Yang jelas ada kesalahan dalam pengisian data,” jelas dia.

Biasanya harta yang dimiliki dialihkan ke orang lain atau sengaja tidak dilaporkan dan diakui pinjaman atau hibah dan warisan. Padahal perolehan keuntungan bisnis keluarga juga harus dilaporkan juga. Sesuai aturan SE Mendagri no. 700/6696/SJ dan UU no. 30 tahun 2002 diubah UU No. 19 tahun 2019 tentang KPK dan Inpres No. 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan Korupsi.(Tim)
Tipikor KPK Jangan Tebang Pilih Periksa LHKPN Pejabat