KPK Telisik Aliran Dana Walkot Ambon Richard Yang Diduga Terkait Izin Kontraktor
Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy (rep)
Jakarta, Pro Legal News - Saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan sejumlah uang yang diterima Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy terkait pengurusan izin oleh pihak kontraktor.
Seperti diketahui Tim Penyidik KPK telah selesai memeriksa sejumlah saksi di Mako Brimob Polda Maluku, Senin (5/9). Para saksi yang diperiksa di antaranya Kepala Dusun Urimesing Arthur Solsolay dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon Ferdinanadus Fredrik Tasso.
Selain itu, Manager location Alfamidi Cabang Ambon M. Faan Muslimin dan License Manager PT Midi Utama Indonesia, Tbk. Cabang Ambon 2019-sekarang Nandang Wibowo. Kemudian, Wiraswasta Rakib dan Mantan Kepala Bappeda Kota Ambon Dominggus Matulapelwa. "Seluruh saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya penerimaan sejumlah uang oleh tersangka RL (Richard Louhenapessy) dari pengurusan izin oleh pihak kontraktor," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (6/9).
Ali juga menjelaskan pihaknya juga mendalami adanya penerimaan sejumlah uang dari pengerjaan proyek di beberapa dinas pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon.
Sebelumnya KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ali Fikri mengatakan penetapan tersangka ini adalah pengembangan dari proses penyidikan perkara dugaan korupsi pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon Tahun 2020. "Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL (Richard Louhenapessy), tim penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU," ujar Ali dalam keterangan tertulis, Senin (4/7).
Selain Richard, KPK juga menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon bernama Andrew Erin Hehanussa, dan karyawan Alfamidi Kota Ambon bernama Amri sebagai tersangka. Richard diproses hukum oleh KPK karena diduga menerima Rp500 juta terkait dengan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail.
Atas perbuatannya, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.
Dalam proses penyidikan berjalan, KPK menemukan tindak pidana lain yang diduga dilakukan oleh Richard. Ia disinyalir telah menyamarkan asal-usul kepemilikan harta benda dengan menggunakan identitas pihak-pihak tertentu.
Atas dasar itu, lembaga antirasuah menerapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap Richard.(Tim)