Pro Legal News - Para kreditor PT Asa Inti Utama (AIU) bisa mengajukan gugatan pailit kepada direksi perusahaan tersebut. Gugatan itu dimungkinkan, karena ada banyak indikasi bahwa pihak direksi telah lalai dan melanggar hukum dalam menjalankan fungsinya. “Faktanya, ada sejumlah aksi korporasi yang dijalankan Direksi PT Asa Inti Utama merupakan perbuatan melawan hukum,” kata Guntur Pangaribuan SH.
Aksi yang bertentangan dengan hukum antara lain penjualan promissory note dengan indikasi hasil (bunga) 11,5-12 persen per tahun. Tindakan itu adalah perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan Undang-undang Perbankan dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan. “Jika harta PT Asa Inti Utama yang dipailitkan tidak bisa melunasi piutang kreditor, kita akan pailitkan juga direksi dan mantan direksi PT yang terbukti melanggar hukum,” ujar Pangaribuan.
Advokat Guntur Pangaribuan SH dkk mendampingi Yuliana mengajukan gugatan PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) kepada PT AIU melalui pengadilan niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Majelis hakim yang diketuai Bambang Sucipto SH MH dengan anggota Dariyanto SH MH dan Heru Hanindyo SH MH LLM; dalam putusan bernomor 485/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst tertanggal 26 Januari 2022, menyatakan PT AIU dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPUS) dengan segala akibat hukumnya.
Yuliana berinvestasi sebesar Rp 1 M di PT AIU, dan menerima bunga 12 persen per tahun. Setelah dua-tiga bulan menerima bunga, sejak Maret 2020 Yuliana tidak lagi menerima apa-apa dari PT AIU. Sampai bulan Oktober 2020, Yuliana berkali-kali menanyakan bunga maupun investasinya tapi tidak mendapat penjelasan yang memuaskan. Ketika kedua promissory note itu jatuh tempo, Yuliana menegaskan bahwa dia tidak ingin memperpanjang investasinya dan minta uangnya dicairkan. Tapi PT AIU tetap saja tidak mengembalikan uang Yuliana.
Pangaribuan menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti sebelum piutang para kreditor yang diwakilinya terbayar. Baik oleh PT AIU maupun oleh pribadi para direksi dan komisaris perusahaan tersebut. “Peraturan hukum memungkinkan kami memperjuangkan pengembalian uang klien kami sampai harta pribadi direksi dan komisaris, meski mereka sudah mengubah akta dan mengganti direksinya,” kata Pangaribuan antusias.
Penjualan promissorry note dengan indikasi hasil atau bunga 11,5 -12 persen per bulan jelas-jelas melanggar pasal 46 UU Perbankan. Selain itu, tindakan direksi tersebut bertentangan dengan pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 yang menegaskan perusahaan perdagangan dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan kegiatan usaha yang tercantum dalam Surat Izin Usaha Perdagangan. “Dalam SIUP, PT AIU bergerak dalam bidang perdagangan dan jasa. Bukan dalam bidang investasi,” ujar Pangaribuan pula.
Dewasa ini, Pangaribuan dan timnya sedang menyusun langkah guna bersiap-siap mempailitkan direksi dan komisaris PT AIU, jika perusahaan itu gagal membayar kewajibannya. “Supaya kepentingan kreditor yang jadi klien kami betul-betul terlindungi,” katanya. Tim