a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami

TGA Menilai Peradilan Tragedi Kanjuruhan Sesat

TGA Menilai Peradilan Tragedi Kanjuruhan  Sesat
Persidangan pertama kasus tragedi Kanjuruhan, Senin (16/1) (rep)
Surabaya, Pro Legal – Proses persidangan kasus Tragedi Kanjuruhan Malang di Pengadilan Negeri Surabaya dinilai oleh tim pendamping hukum Tim Gabungan Aremania (TGA) sebagai peradilan sesat, karena menyimpan sejumlah kejanggalan.

Tudingan itu dikemukakan oleh pendamping hukum korban sekaligus Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan. Setidaknya, kata dia, ada tiga hal yang membuat pihaknya sidang Tragedi Kanjuruhan Malang yang digelar di PN Surabaya itu sebagai peradilan sesat.

Salah satu yang janggal ialah, jaksa yang hanya mendakwa tiga polisi terdakwa Tragedi Kanjuruhan dengan pasal 359 KUHP. "Pertama, pasal yang digunakan oleh kepolisian yang berlanjut kemudian menjadi dakwaan di jaksa 359 dan 360, itu tidak akan mampu menyentuh seluruh peristiwa pidana di Stadion Kanjuruhan," ujar Andy di PN Surabaya, Senin (16/1).

Menurut Andy, para perwira polisi yang menjadi terdakwa di dalam sidang itu tidak memilik tanggung jawab utuh dan penuh terkait Tragedi Kanjuruhan yang setidaknya menewaskan 135 korban itu.
Sedangkan pejabat Polri yang paling bertanggung jawab dan pemegang komando tertinggi, yakni eks Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, justru tak tersentuh oleh hukum sejauh ini. "Pertanggungjawaban kepada hukum tidak bisa diberikan kepada tiga polisi yang sekarang sedang disidang. Tetapi sejumlah atasan polisi hingga masuk ke level Kapolda itu sepatutnya dimintai pertanggungjawaban hukum," ujar Andy.

TGA juga menilai PN Surabaya tidak transparan ke publik, karena proses sidang diikat dengan sejumlah pembatasan yang ketat. Salah satunya media massa dilarang untuk menyiarkan secara langsung (live). Belum lagi soal pembatasan ruang sidang yang dibatasi. "Ketiga, proses persidangan ini juga menunjukkan bagaimana akuntabilitas, transparansi, pengawasan publik terhadap proses persidangan sangat minim," ujar Andy.

"Persidangan ini apabila tidak melibatkan pengawasan publik secara luas, sangat potensial menjadi peradilan sesat. Sidang terbuka tapi dikelola secara terutup" tambah Andy.

Maka Andy mendesak PN Surabaya untuk ubah kebijakan. TGA mendesak agar PN Surabaya mengubah kebijakannya, dengan mengizinkan media massa melakukan live streaming hingga melibatkan pengawasan publik secara terbuka.

Seperti diketahui, dari enam tersangka Tragedi Kanjuruhan, lima di antaranya telah menjalani sidang perdana di PN Surabaya, Senin ini. Empat tersangka yakni Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, didakwa Pasal 359 KUHP.

Sedangkan satu tersangka lainnya, Security Officer Suko Sutrisno, didakwa Pasal 103 ayat (1) Jo pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Satu tersangka lain yakni eks Dirut LIB Akhmad Hadian Lukita belum selesai pelimpahannya dari polisi ke jaksa. Berkas Hadian dikembalikan ke polri oleh jaksa dengan alasan tak lengkap.
Hadian telah dilepaskan dari tahanan Polda Jatim demi hukum karena masa penahanannya telah habis. Meskipun demikian, Polda Jatim memastikan Hadian tetap berstatus tersangka.(Tim)

Pidum TGA Menilai Peradilan Tragedi Kanjuruhan  Sesat