Kasus serangan bom di Polrestabes Medan menunjukkan, sel-sel terorisme masih hidup subur di Indonesia
Jakarta, Pro Legal News- Aksi bom bunuh diri di Polrestabes Medan merupakan teror bom pertama di era kedua kepimpinan Jokowi sebagai presiden. Teror bom ini hanya berselang seminggu setelah Jenderal Idham Azis dilantik jadi Kapolri menggantikan Tito Karnavian.
Aksi teror pertama kepemimpinan Jokowi setelah dilantik sebagai presiden kedua kali, pertama adalah aksi penikaman terhadap Menko Polhukam Wiranto. Kedua pelakunya sama sama berasal dari Medan.
Kasus serangan bom di Polrestabes Medan menunjukkan, sel-sel terorisme masih hidup subur di Indonesia. Mereka terus melakukan aksinya, meski Densus 88 terus-menerus melakukan penangkapan dan pembersihan ke sarang-sarang terorisme.
Namun para teroris yang belum tertangkap tetap mencari celah untuk melakukan serangan. Salah satu aksi bom di Mapolrestabes Medan yang terjadi Rabu (13/11) pagi.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, serangan bom di Polresta Medan bisa dinilai sebagai upaya kalangan teroris untuk mempermalukan Kapolri Idham Aziz yang baru dilantik sebagai Kapolri.
Idham Azis dikenal sebagai tokoh penting dalam Densus 88. "Kasus bom bunuh diri di Medan ini sekaligus menunjukkan Polri di bawah kepimpinan Idham Aziz sangat lemah dalam sistem deteksi dini, baik deteksi dini dari jajaran Densus 88, intelijen kepolisian, maupun Bareskrim. Kebetulan hingga saat ini Idham belum berhasil memilih kepala Bareskrim yang baru,” ujar Neta, Rabu (13/11).
Padahal, menurut Neta di masa kampanye dan pilpres 2019, Polri sudah melakukan pagar betis dan pembersihan terhadap kantong-kantong terorisme. Tapi kenapa saat Idham baru menjabat Kapolri, Polri bisa kebobolan?
Selain itu, selama ini jajaran kepolisian sendiri yang selalu mengatakan bahwa sasaran terorisme saat ini sudah meluas,dan polisi dijadikan sebagai target utamanya, tapi kenapa Polri lengah, dan masih kebobolan, tanyanya.
Melihat pola serangan di Medan, tidak ada kata lain bahwa Polri tidak boleh lengah untuk terus-menerus meningkatkan deteksi dininya. Apalagi selama ini Polri sangat agresif memburu para teroris dan para teroris menganggap jajaran Polri adalah penghambat utama dari gerakan perjuangan mereka.
Sebab, jika Polri lengah wajar kalangan teroris bermanuver mencari celah dengan modus-modus baru. Neta menyebutkan, penggunaan ojekonline adalah modus baru dalam sistem serangan terorisme di Indonesia.
Polri harus mencermati hal ini dengan serius, apakah korban adalah benar-benar pelaku bom bunuh diri dalam serangan di Polrestabes Medan atau korban merupakan yang diperalat jaringan terorisme.
Dalam artian, jaringan terorisme menyewa ojek online untuk membawa penumpang dan barang (bom,red) ke Polrestabes Medan dan begitu tiba di TKP, bom yang dibawa diledakkan dengan sistem remot kontrol dari jarak jauh. "Fenomena ini patut dicermati Polri," tambah Neta
Namun terlepas dari semua itu Kapolri Idham Aziz harus bisa bekerja cepat, terutama dalam menetapkan Kabareskrim yang baru. Tujuannya agar Polri bisa konsolidasi, terutama untuk mencermati manuver kelompok terorisme.
"Bagaimana polri bisa mencermati dan mendeteksi manuver jajaran terorisme, jika Polri sendiri tidak terkonsolidasi dengan mengambangnya posisi Kabareskrim. Yang ada justru muncul manuver-manuver negatif di internal kepolisian yang membuat jajaran kepolisian menjadi bingung untuk bersikap di tengah maraknya serangan terorisme," tuturnya.Tim