Perlu Cara Yang Radikal Dan Revolusioner Untuk Atasi Kemacetan
Kamaruddin Simanjuntak SH
Jakarta, Pro Legal News - Tingkat kemacetan di Jakarta sudah pada taraf yang sangat mencemaskan. Sebagai kota megapolitan, Jakarta masih jauh dari kategori kota yang nyaman untuk tempat tinggal. Maklum kemacetan hampir terjadi setiap saat. Karena pertumbuhan volume badan jalan tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang diestimasi mencapai 4000 unit kendaraan roda empat serta 2000 unit untuk kendaraan roda dua perhari.
Emisi gas buang kendaraan bermotor itu juga memberikan kontribusi negatif terhadap kualitas udara di DKI Jakarta. Bahkan menurut versi AirVisual, awal Agustus lalu, Jakarta, menempati urutan teratas kota terpolusi di dunia berada di atas Dhaka, Hanoi, maupun Dubai. Saat itu, Air Quality Index (AQI) Jakarta berada di 175 alias kategori tidak sehat. Tingkat polusi ini tidak tetap dan dapat berubah sewaktu-waktu.
AQI merupakan indeks yang digunakan AirVisual untuk menggambarkan tingkat polusi udara di suatu daerah. AQI dihitung berdasarkan enam jenis polutan utama, yaitu PM 2,5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah.
Dengan kondisi seperti itu membuktikan jika kebijakan ganjil genap terbukti kurang efektif untuk mengatasi kemacetan sekaligus mengurangi tingkat polusi udara. Menurut praktisi hukum sekaligus pemerhati sosial, Kamaruddin Simanjuntak SH harus ada upaya yang radikal untuk mengurangi kemacetan. Misalnya memberlakukan kebijakan angka terakhir plat nomor disesuaikan dengan tanggal.
Dengan cara itu praktis setiap unit kendaraan bisa melintas di jalan raya sebanyak 3 kali dalam sebulan, misalnya mobil dengan nomor terakhir 1 hanya bisa beroperasi pada tanggal 1, 11, 21 atau tiga hari sebulan. Maka dapat dipastikan setiap hari hanya 30% unit kendaraan yang beroperasi di jalan raya.
Selain memberlakukan kebijakan nomor sesuai tanggal, proses kepemilikan kendaraan harus diperketat, hanya yang memiliki garasi di rumahnya yang diperbolehkan beli kendaraan, dan harus memiliki BPJS serta kewajiban untuk menanam satu pohon di rumahnya sebagai upaya untuk memproduksi oksigen. Dengan kebijakan itu menurut Kamaruddin pertumbuhan kendaraan akan bisa ditekan sekaligus meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Gus