Dewan Pers Menilai Pemerintah dan DPR Cabut Demokrasi Lewat RKUHP
Demo menolak pengesahan RKUHP di depan Gedung DPR (rep)
Jakarta, Pro Legal – Menurut Anggota Dewan Pers Ninik Rahayu, pemerintah dan DPR mencabut demokrasi melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Ninik menilai RKUHP masih mengandung banyak pasal bermasalah terkait kebebasan pers. Menurutnya, pasal-pasal itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Pers dan berpotensi memberangus kebebasan pers, "Rasanya pemerintah tidak berkomitmen pada demokrasi. Demokrasi yang diperjuangkan, sudah disepakati sebagai salah satu bentuk kita bernegara, pemerintah dan DPR sendiri yang akan mencabutnya," ujar Ninik dalam diskusi daring Aliansi Jurnalis Independen, Senin (5/12).
Kebebasan pers menurut Ninik merupakan bentuk demokrasi paling praktis. Ia menyayangkan pemerintah dan DPR menghempaskan demokrasi dengan tak mempedulikan kebebasan pers dalam RKUHP. Seperti diketahui, Dewan Pers sebelumnya telah menyurati Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan RKUHP. Mereka menawarkan gagasan untuk reformasi sejumlah pasal RKUHP demi kebebasan pers dan demokrasi. "Poin ketiga yang kita sampaikan kepada Presiden, secara substantif RKUHP masih membatasi kemerdekaan pers dan potensi kriminalisasi karya jurnalistik," ujarnya.
RKUHP itu telah disahkan Pemerintah dan DPR pada Rapat Paripurna yang digelar hari ini. Keputusan itu dibuat setelah pembahasan tingkat pertama menyetujui RKUHP.
Pengesahan RKUHP dilakukan di tengah permintaan sejumlah pihak untuk mencabut pasal bermasalah. Pemerintah dan DPR jalan terus meskipun mendapat banyak penolakan. "Kalau untuk 100 persen setuju tidak mungkin kalau pada akhirnya nanti masih ada yang tidak setuju, gugat aja di Mahkamah Konstitusi," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/12).(Tim)