Ilustrasi, demo menentang terbitnya UU Ciptakerja (rep)
Jakarta, Pro Legal- Setelah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker), Jumat (30/12) lalu, protes keberatan bermunculan.
Sebelumnya Presiien Jokowi mengklaim penerbitan Perppu Ciptaker itu karena keadaan dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, situasi Indonesia yang terlihat normal saat ini sebenarnya masih diliputi ancaman-ancaman ketidakpastian global. Kondisi itulah yang menjadi konsideran pemerintah menerbitkan Perppu Ciptaker yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). "Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan Perppu, karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor baik dalam maupun luar. Itu yang paling penting, karena ekonomi kita ini di 2023 akan sangat bergantung pada investasi dan ekspor," ujar Jokowi, Jumat (30/12).
Terbitnya Perppu Ciptaker itu lantas menuai banyak keberatan, terutama dari kalangan akademisi dan buruh. Seperti yang dikemukan oleh Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai Perppu yang dikeluarkan Jokowi itu memang merupakan langkah culas dalam kehidupan berdemokrasi.
Bivitri tak bisa menerima alasan pemerintah yang berdalih salah satu kegentingan memaksa yang melatarbelakangi keluarnya Perppu adalah dampak perang Rusia-Ukraina terhadap perekonomian Indonesia. "Ini langkah culas dalam demokrasi, pemerintah benar-benar membajak demokrasi," ujar Bivitri.
Sementara eks Wamenkumham Denny Indrayana menyentil keras Perppu Ciptaker yang baru seumur jagung diterbitkan Jokowi itu. Denny menuding Presiden Jokowi tidak menghormati putusan MK. Dia menilai Jokowi terkesan memaksakan pemberlakuan UU Ciptaker yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK. "Dengan menerbitkan Perppu Ciptaker, Presiden menunjukkan sikap tidak mau menghormati putusan MK, dan tetap memaksakan keberlakuan UU Ciptaker," tulis Denny dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/12).
Denny menjelaskan, melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 MK telah menegaskan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat lantaran absennya partisipasi publik yang bermakna dalam pembuatannya. Sehingga, terbitnya Perppu oleh Jokowi itu justru semakin menegaskan bahwa ia telah mengabaikan putusan MK tersebut. "Salah satu alasan utama MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat adalah karena tidak adanya partisipasi publik yang bermakna dalam pembuatannya (meaningful participation). Melalui penerbitan Perppu Ciptaker, Presiden semakin tidak menghiraukan catatan penting dari MK tersebut," terangnya.
Dalam kesempatan yang berbeda Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menilai Perppu tersebut hanya bentuk manipulasi pemerintah terhadap publik. Nining menyebut Perppu Ciptaker seperti baju ganti dari UU 11/2020 Omnibus Law Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah pasal yang dipermasalahkan oleh kelompok sipil masih dimuat dalam Perppu tersebut."Ini seperti ganti baju saja," ujar Nining, Minggu (1/1).
Nining pun menilai bahwa Perppu Ciptaker dikeluarkan bukan untuk rakyat, melainkan melayani kepentingan golongan tertentu. Menurutnya, jika pemerintah mendengarkan rakyat, seharusnya pasal-pasal bermasalah dalam omnibus law dihapus dan diperbaiki dalam Perppu.
Nining menyoroti sejumlah bermasalah dalam Perppu, salah satunya terkait pemangkasan hari libur. Dalam Peppu Ciptaker hari libur yang tadinya 2 hari dipangkas menjadi sehari. Menurut Nining ketentuan itu merupakan kemunduran luar biasa. "Ini kemunduran luar biasa. Seharusnya pemerintah memikirkan pekerja udah bekerja dalam waktu panjang. Untuk waktu istirahat harusnya diperpanjang," ujar Nining.
Partai Buruh dan organisasi serikat buruh lainnya juga menolak isi Perppu tersebut. Mereka akan mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review. Sementara itu, dalam waktu dekat akan ada aksi besar-besaran. "Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu No 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak," kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu (1/1).(Tim)