a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami

Kejagung Uraikan Kasus Korupsi Ekspor Yang Rugikan Negara Rp 2,6 T

Kejagung Uraikan  Kasus  Korupsi Ekspor Yang Rugikan Negara Rp 2,6 T
[b]ilustrasi (rep)
Jakarta, Pro Legal News- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan lima tersangka berkaitan dengan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada periode 2013-2019 pada Kamis (6/1).

Penetapan tersangka itu dilakukan setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dalam mengusut kasus tersebut. Diduga perkara korupsi itu merugikan keuangan negara hingga Rp2,6 triliun.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, kasus ini berkaitan dengan proses pemberian pembiayaan kepada para debitur di sejumlah perusahaan yang tak melalui prinsip tata kelola perusahaan yang baik. "Tidak sesuai dengan Aturan Kebijakan Perkreditan LPEI sehingga berdampak pada meningkatnya Kredit Macet/Non-Performing Loan (NPL) pada 2019 sebesar 23,39," ujar Leonard kepada wartawan, Kamis (6/1).

Leonard mengungkapkan bahwa perusahaan pembiayaan tersebut mengalami kerugian tahun berjalan hingga Rp4,7 miliar hingga 31 Desember 2019 lalu. Proses pemberian kredit tersebut tak terlepas dari peran para tersangka yang berasal dari unsur internal ataupun eksternal perusahaan.

Para tersangka yang telah dijerat Kejagung itu adalah Kepala Kantor Wilayah LPEI Surakarta 2016 Josef Agus Susanta, Direktur Pelaksana IV sekaligus Direktur Pelaksana III LPEI Arif Setiawan, dan Kepala Divisi Pembiayaan UKM LPEI 2015-2018 Ferry Sjaifullah.

Selain itu, dua tersangka lain berasal dari pihak swasta yakni Suyono selaku Direktur PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia, PT Borneo Walet Indonesia (Grup Walet) serta Direktur PT Mount Dreams Indonesia Johan Darsono.

Berdasarkan penjelasan Leonard, kerugian negara tersebut timbul lantaran LPEI memberi fasilitas pembiayaan terhadap delapan grup usaha yang terdiri dari 27 perusahaan terpisah. Proses itu, kata dia, tak sesuai aturan hingga mengakibatkan perusahaan mengalami kolektibilitas lima atau macet.

Grup usaha pertama yang mendapat kucuran biaya dari LPEI ialah Group Walet yang terdiri atas tiga perusahaan. Total, grup ini mendapatkan fasilitas pembiayaan sebesar Rp576 juta yang terpisah antar perusahaan.

Tercatat tiga perusahaan dimaksud ialah CV Mulia Walet Indonesia yang mendapat pembiayaan sebesar Rp175 juta. Kemudian PT Jasa Mulya Indonesia sebesar Rp276 juta dan PT Borneo Walet Indonesia sebesar Rp125 juta.
"Akibat kerugian keuangan negara maka penyidik menetapkan tersangka," ujar Leonard .

Dalam pembiayaan ke grup usaha ini, Kejaksaan menduga tersangka Arif berperan sebagai pemutus proses pembiayaan dari awal hingga akhir terhadap Group walet.

Kemudian, usaha kedua yang diduga mendapat kucuran pembiayaan tanpa sesuai aturan hukum ialah Group Johan Darsono yang terdiri atas 12 perusahaan.”Bahwa untuk Group Johan Darsono, total Fasilitas Pembiayaan yang diberikan LPEI sebesar lebih kurang Rp2,1 triliun, dari perhitungan sementara penyidik, mengakibatkan kerugian negara kurang lebih Rp 2,6 triliun dan saat ini masih dilakukan perhitungan kerugian negara oleh BPK RI," imbuhnya.

Masih berdasarkan penjelasan Leonard, para tersangka ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung dan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Mereka dijerat Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor subsider Pasal 3 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelum penetapan tersangka, kasus ini bergulir dengan cukup alot di Kejaksaan Agung. Bahkan, penyidik menetapkan pengacara bernama Didit wIjayanto Wijaya dalam perkara korupsi tersebut sebagai terasngka karena diduga merintangi penyidikan.

Pengacara itu diduga meminta agar para saksi tidak memberikan keterangan pada Kejagung. Akibatnya, penyidik Kejagung kesulitan menyelesaikan kasus dugaan korupsi ini.
Didit kemudian ditangkap penyidik setelah dua kali mangkir dari pengggilan pada 26 dan 30 November. Ia ditahan selama 20 hari per tanggal 30 November hingga 19 Desember di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejagung.(Tim)
Nasional Kejagung Uraikan  Kasus  Korupsi Ekspor Yang Rugikan Negara Rp 2,6 T