Jakarta, Pro Legal News - Para developer kini harap-harap cemas dengan keputusan Pemprov DKI Jakarta memberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) No 132 yang dinilai memunculkan ketidak pastian hukum dan memasung hak-hak para pemilik unit. Pergub ini saat ini menjadi kontroversi di kalangan developer sehingga tidak sedikit pihak yang menghendaki agar Pergub tersebut segera dicabut. Apalagi Peraturan Pemerintah (PP) yang terkait dalam pengelolaan properti seperti Rumah Susun (Rusun) itu tenyata juga belum ada, sehingga Pergub itu dinilai telah melanggar hirarki perundang-undangan.
Tak mengherankan bila sejumlah asosiasi seperti Real Estate Indonesia (REI), P3RSI mengaku keberatan dengan pemberlakukan Pergub itu. Bahkan REI telah mengajukan proses judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena Pergub itu dinilai melanggar harmonisasi perundang-undangan serta menimbulkan kesan adanya tumpang tindih peraturan. Sehingga berpotensi menimbulkan konflik horizontal maupun vertikal karena memberi ruang multi interprestasi peraturan. Namun hingga saat ini belum keluar putusan dari Mahkamah Kontitusi.
Beberapa point dalam Pergub tersebut yang dinilai rancu diantaranya adalah penggunaan prinsip one man one vote (satu orang satu suara) dalam setiap Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Padahal faktanya, banyak pemilik unit Rumah Susun (Rusun) yang memiliki unit lebih dari satu. Dengan pemberlakuan Pergub tersebut secara otomatis pemilik unit hanya memiliki satu hak suara. Maka dengan ketentuan tersebut, pemilik unit tidak mempunyai hak untuk memberikan kuasa kepada pihak lain. Hal inilah yang dinilai telah merampas hak keperdataan setiap pemilik unit yang memiliki unit lebih dari satu.
Tak mengherankan bila Pergub itu dinilai telah menciptakan ketidakpastian hukum dan menghambat laju investasi dalam bidang property. Padahal pasar property saat ini justru sedang tumbuh secara signifikan. Bahkan pasar asing pun saat ini tengah melirik pasar property dalam negeri, seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang relative stabil. Namun dengan terbitnya Pergub itu dikhawatirkan akan membuat para investor gamang. Kondisi itu justru akan sangat merugikan perekonomian nasional, karena sektor ini bisa menjadi stimulus tumbuhnya sektor-sektor yang lain.
Maka Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan bersama jajarannya diharapkan untuk segera mencabut atau minimal merevisi Pergub tersebut karena dinilai menimbulkan banyak kerancuan dan hanya menguntungkan segelintir kelompok saja. Karena Pergub itu bisa dimanipulasi sekelompok orang saja. Seperti misalnya, dalam penyelesaian sengketa dalam konflik di Graha Cempaka Mas (GCM).
Seperti diketahui, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 105, Pergub 132 itu telah dinyatakan jika, setiap ada sengketa dalam pengelolaan Rumah Susun (Rusun), maka wajib dibentuk tim penyelesaian oleh Walikota setempat. Namun faktanya, dalam penyelasaian konflik di Graha Cempaka Mas (GCM) itu Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan justru ditengarai telah menunjuk Dinas Perumahan Dan Pemukiman DKI Jakarta untuk turut campur dan men-take over persoalan tersebut. Sementara di sisi lain masih ada proses hukum di Pengadilan Negeri.
Tak berhenti hanya disitu, Dinas Perumahan dan Pemukiman DKI Jakarta juga dinilai telah mengambil langkah sepihak yang patut dipertanyakan yakni sebulan setelah dilaksanakan Rapat Umum Anggota Luar Biasa (RUALB), Dinas Perumahan Dan Pemukiman DKI Jakarta, secara tiba-tiba menerbitkan surat yang menyatakan jika PPPSRS versi Toni Sunanto adalah PPPSRS yang sah dan diakui oleh Pemprov DKI Jakarta. Padahal, sesuai dengan mekanisme organisasi, Ketua PPPSRS yang terpilih dan sah itu adalah Lily Tiro dengan Sekretarisnya adalah Hery Wijaya.
Ironisnya, dasar pengakuan itu adalah putusan NO (Neit Onvankerlijk Velkrajk) di Pengadilan Tinggi Jakarta. Sayang, konfirmasi tertulis yang dikirimkan oleh Pro Legal terkait dengan pemberlakukan Pergub no 132 serta penetapkan Toni Sunanto sebagai Ketua PPPSRS yang sah dan diakui, kepada Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman DKI Jakarta, hingga berita ini ditulis belum mendapatkan tanggapan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Pro Legal, terbitnya Pergub tersebut tidak terlepas dari adanya lobi-lobi intensif yang dilakukan oleh pihak tertentu. Meski pihak tersebut tidak paham dengan realitas di lapangan sekaligus ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sehingga menimbulkan kekacauan peraturan yang merugikan banyak pihak. Tim