Jakarta, Pro Legal News - Kejadian banjir di Jakarta dan beberapa wilayah yang terkena dampak sekitar Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) maupun beberapa daerah lainnya, sudah saatnya dievaluasi bersama, tidak saling melempar tanggung jawab, saling menyalahkan dan meninggikan ego sektoral, karena menghadapi persoalan banjir ini semestinya duduk bersama, kekuatan bersama, semangat dan frekwensi yang sama untuk menyusun formulasi solusi berhadapan dengan banjir jika terjadi di masa yang akan datang.
Bukan saatnya saling hujat, saling menyalahkan, saling membenci , karena ini kerjaan paling melelahkan dan tidak ada gunanya. Jadi setiap diri harus bisa menghindari saling menyalahkan di masyarakat. Kalau ditanya siapa yang paling bertanggung jawab perlu ditelusuri dengan bijaksana apa penyebabnya terlebih dahulu? Apakah karena ulah kelalaian manusia atau karena dominasi faktor alam di luar kendali manusia atas kejadian ini? Kalau boleh urun rembuk , menurut saya saat ini tidak perlu mencari siapa yang salah. Sebab jika ditanya dan ada pilihan bagi masyarakat menurut musuh si X pasti menyalahkan si X.
Menurut musuh si Y pasti menyalahkan si Y , apalagi sebelum berpikir jauh, dan tanpa melihat fakta, dia sudah berpihak pada keputusan kelompoknya. Orang dengan type begini menyulitkan dan jadi beban masalah karena baginya lebih suka dengan management konflik.
Hal ini jika dibiarakan dan dipelihara hanya akan membuat rapuhnya tali silaturrahim di antara kita yang saat ini semestinya fokus dengan semua kekuatan, dan potensi menghadapi korban banjir dan pembenahannya pasca banjir.
Ingat tujuan bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun kebersamaan. Apakah tidak lebih baik kalau kita sama sama berfikir penyebabnya apa ? bukan siapa , lalu kita lebih fokus lagi untuk bagaimana cara mengatasinya sesegera mungkin semua dampak dan apa langkah konkrit kerja berikutnya agar kejadian ini tidak terulang dikemudian hari.
Mari isi memori otak kita dari kejadian ini disimpan bukan untuk mengingat kebencian, kesakitan namun memori otak kita simpan ‘untuk belajar jadi membuat kita terus berpikir, membuat kita lebih positif, membangun sistem, dan membangun masa depan serta mengambil langkah nyata dari proses pembelajaran tadi agar tidak terulang kembali dan kita lebih waspada, lebih siap menghadapi banjir dari semua perenungan ‘proses belajar di memori otak kita tadi’.
Bukankah yang baik itu ‘menyelesaikan masalah tanpa masalah baru’? Artinya dari air yang datang ini semestinya mengkrucut sebuah hikmah, yaitu dapat membuat kita bersatu, kejadian benturan alam ini memberi sinyal kekuatan untuk kita ‘kompak dan akur’ menghadapi masalah yang sama, membuka ruang komunikasi, saling gotong royong, dan dapat menguatkan persaudaraan , banyak nilai- nilai kehidupan yang dapat membuat kita saling memanusiakan dan ‘mengolah rasa kemanusiaan’ guna dipraktikkan, dan pada akhirnya menuju tujuan yang sama bersatu dalam langkah konkrit yang utuh dan mengokohkan persatuan bangsa Indonesia.
Mari ambil hikmahnya, apa kita tidak berpikir? Inilah cara alam memberi ujian untuk menyatukan Indonesia, dan kita harus lulus dalam ujian ini , mari bersama menata negeri ini dengan luhur dan karya kerja nyata untuk kemanusiaan.
*Penulis adalah Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha).