a a a a a a a a a a a
logo
Tentang KamiKontak Kami

Tak Ada Alasan Untuk Takut Hadapi Corona

Tak Ada Alasan Untuk Takut Hadapi Corona
Oleh : Gugus Elmo Ra’is

Awal tahun 2018 lalu dunia dibuat tercengang oleh sikap masyarakat Indonesia yang menjadikan tragedi Bom Thamrin sebagai sebuah tontotan. Padahal saat itu ada beberapa aparat kepolisian yang menjadi korban. Sikap ‘heroik’ masyarakat Jakarta itu seketika menjadi trending topic dunia, karena mereka tidak takut dengan maut. Bahkan para pedagang di wilayah itu tidak terpengaruh oleh sebuah peristiwa yang mengerikan itu, dengan tetap menjajakan dagangannya. Karena mereka menyadari jika keselamatan dapur mereka lebih penting dari segala-galanya.

Meski maut mengintai setiap hari, masyarakat Indonesia seakan  juga tidak pernah risau dengan penyebaran penyakit Tuberculosis (TBC). Padahal fatality/mortality rate penyakit ini terbilang sangat menakutkan karena jauh diatas tingkat kematian Covid 19. Tahun 2019 lalu  di Indonesia setidaknya tercatat 850.000 kasus positif terpapar oleh kuman mycobacterium tuberculosis dengan angka kematian mencapai 67.000 atau sekitar 7,8 %. Angka kematian pasien TBC di Indonesia ini menempati peringkat 3 dunia di bawah China dan India. Hingga saat ini masyarakat Indonesia tidak pernah terlihat panik, meski wabah ini bersifat menaun dan belum ada tanda-tanda penurunan secara signifikan.

Padahal karakteristik penyakit TBC ini memiliki sifat yang mirip dengan Covid 19, yakni sama-sama menyerang paru-paru. Bahkan bila Covid 19 ini memiliki pola penularan dengan cara droplet (percikan ludah), pola penularan TBC ini selain melalui cara droplet  juga bisa melalui airbone (penularan melalui udara), artinya sesungguhnya TBC ini jauh lebih membahayakan. Tetapi hingga saat ini masyarakat Indonesia tidak pernah panik, sehingga pemerintah tidak harus mengeluarkan kebijakan social distancing (pembatasan interaksi social), serta kebijakan lockdown untuk mencegah penularan wabah  seperti halnya Corona. Bukan tidak mungkin, pasien yang telah dinyatakan meninggal  dan diagnosa karena Corona itu ada diantaranya yang sesungguhnya terkena TBC.    

Endemi, langganan masyarakat Indonesia yang tak kalah membahayakan adalah penyakit Demam Berdarah Dongue (DBD). Hingga awal bulan Maret lalu tercatat setidaknya ada 100 pasien DBD di seluruh Indonesia yang meninggal dunia. Penyakit ini terbilang adalah penyakit langganan yang biasanya muncul di saat musim pancaroba, karena habitat nyamuk Aedes Aigypty adalah udara dengan kelembaban  tertentu. Artinya penyakit ini setiap tahun pasti muncul dan bisa menyerang siapa saja, pun dengan begitu masyarakat Indonesia tidak pernah panik.

Judul artikel ini tidak bermaksud untuk mengajak siapapun bersikap jumawa atau takabur. Tetapi dengan berbekal psiko sosial seperti itu, seharusnya masyarakat kita tidak perlu paranoid dan ketakutan secara berlebihan. Karena sikap paranoid itu akan membuat masyarakat kita tidak produktif. Apalagi pemerintah, sesuai dengan tulisan opini Pro Legal sebelumnya telah membuat beberapa paket kebijakan yang antisipasif yang  bisa menyejukkan suasana. Seperti misalnya pemberlakuan  Jaring Pengaman Sosial (social safety net), serta relaksasi kredit berbagai sektor mikro, sehingga diharapkan sektor usaha mikro tetap bergeliat.

Maka sekarang yang harus kita lakukan adalah melakukan proteksi diri sesuai dengan protokol kesehatan, seperti misalnya membiasakan diri dengan pola hidup yang sehat. Dengan melakukan berbagai upaya yang telah dianjurkan oleh  pihak-pihak terkait dengan melakukan swa social distancing, dengan membatasi diri dalam berinteraksi dengan orang lain. Melakukan kegiatan hanya yang benar-benar diperlukan.

Special treatment (perlakuan khusus) itu dilakukan hingga, pageblug (wabah) ini melalui fase puncak yang diperkirakan akan mencapai pada pertengahan April, seiring dengan masa perubahan iklim dari musim penghujan menuju musim kemarau, sehingga terjadi peningkatan suhu yang diprediksi akan menghambat proses replikasi/perkembang biakan virus.

Dalam persepketif teologis, pandemic Corona ini seharusnya dijadikan bahan untuk refleksi diri/instropeksi diri oleh setiap individu untuk menjadi lebih baik, seperti halnya thaun (wabah) yang pernah terjadi terhadap Bani Israil. Begitu juga halnya yang pernah di terjadi di Damaskus pada tahun 49 H terjadi thaun (wabah) yang hebat, sehingga warga Kota Damaskus melakukan berdoa bersama-sama di sebuah lapangan untuk meminta pertolongan Tuhan agar penyakit menular itu tidak semakin meluas.

Perintah untuk melakukan refleksi dan interopeksi diri itu  terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 243 yang artinya, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; maka Allah berfirman kepada mereka: "Matilah kamu". Kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.

Bahkan dalam QS Al Azhab 33 itu secara eksplisit ada frase qorona sekaligus perintah sebagai berikut " Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya" yang bermakana untuk lock down"*** 
Opini Tak Ada Alasan Untuk Takut Hadapi Corona