KPK Harus Bongkar Dan Tuntaskan Kasus Bancakan Korupsi Bansos
Oleh : Dr Azmi Syahputra SH,MH.
Atas sebaran fakta penyidik maupun dari jurnalis majalah investigatif atas kasus Bansos Kemensos jelas mulai terurai secara terang bahwa ada keterlibatan antara Menteri Sosial yang memilih kolega terdekatnya dalam organisasinya sendiri untuk mendapatkan jutaan paket yang disebarkan pada masyarakat. Jadi dari sini sudah diketahui ada keinginan yang sama untuk skema dan pola yang dilakukan para pihak guna memuluskan tindak pidana ini, dengan menjalankan fungsi masing masing.
Sifat hukum pidana itu mengejar fakta materil yang sesungguhnya jadi walaupun datanya saat ini minim atas nama seorang atau organ yang patut diduga terlibat dalam perkara Tipikor ini, maka penyidik KPK harus menyisir detail peristiwa ini. Bila ditemukan peran dan buktinya maka mengacu pada pasal 15 UU Tipikor, yang menyatakan, "Bagi siapapun yang melakukan percobaan, pembantuan, atau bahkan pemufakatan saja, dapat dijerat dengan pidana yang sama dengan pelaku tindak pidana asalnya".
Sehingga dalam kasus Bansos ini KPK perlu melakukan perluasan penyelidikan atas data atau nama nama yang disebutkan oleh para saksi atau tersangka ,dan perlu disesuaikan melalui penelusuran informasi tambahan. Apakah orang yang bersangkutan tersebut tahu, atau menghendaki perbuatan tersebut dan adakah keterlibatan dalam kasus korupsi bantuan paket Kemensos yaitu dalam fungsi apakah ia ikut sebagai pembantuan, pemufakatan jahat, atau percobaan untuk melakukan tipikor disinilah fungsi netralitas dan telitinya penyidik , tidak boleh memutus mata rantai perbuatan, guna membongkar para pelaku , jika memang ada keterlibatan seseorang dalam sebuah tindak pidana korupsi, maka KPK tidak boleh ragu, laksanakan pengusutan secara menyeluruh, tanpa terkecuali(tidak boleh ada diskriminasi). Tidak boleh ada fakta yang dihilangkan dan harus dimintai pertanggungjawaban pidana pada pelaku .
Selanjutnya jika nanti memang penyidik menemukan ada indikasi aliran dana untuk kegiatan kepartaian atau mendukung operasional kader tertentu atau pejabat petinggi tertentu, maka sudah tentu harus ditelusuri dan diperiksa peruntukan dana tersebut, mengacu pada UU Tipikor, memungkinkan dipidananya korporasi (Pasal 1 ayat 3 UU PTPK. 31/99), karena makna setiap orang dalam UU Tipikor adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi .
Karena melihat konstruksi peristiwa tindak pidana ini diketahui sejak dari awal sudah terlihat tautan skema perbuatan dan arah dari Menteri Sosial yang memilih atau menunjuk dan atau memenangkan perusahaan dari orang tertentu yang ia kenal atau dari anggota organisasi yang sama. Maka dengan melihat modus operandinya dimana kendaraan tempat organisasi dan atau perseorangan dari organisasi yang punya kewenangan jabatan tertentu ini dijadikan sebagai area media penyalahgunaan kewenangan untuk berbuat korupsi, maka jika ini benar dan faktanya jelas saatnya pulalah jika itu wadah organisasinya partai, maka partaipun semestinya juga dapat dipidana dengan pasal Tipikor karena kedudukannya dipersamakan pertanggungjawaban dengan korporasi.
Karena orang orang tersebut bertemu dan bertindak berasal dari sebuah wadah organisasi dan mereka melakukan kejahatan tersebut dengan memiliki kewenangan terlebih dahulu, dan dengan kewenangan tersebut pulalah, mereka lakukan penyalahgunaan wewenang sehingga tindakannya nyata memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koorporasi yang merugikan negara.
Tindakan KPK yang sudah menangkap dan menetapkan tersangka dalam peristiwa suap menyuap patut diapresiasi sebagai pintu masuk boleh saja. Namun KPK harus lebih berani lagi melakukan perluasan penyidikan dan menyisir detail atas keterlibatan orang orang yang diduga bermain curang sejak awal dari kejadian ini. Maka patut dikembangkan penyidikan lebih dalam dari hasil penyidikan tersebut nanti akan tampak apakah ini kejahatan yangg terorganisir, skandal besarkah? direncanakan melalui organ secara sistematis, yang dititipkan pada orang yang memiliki kewenangan tertentu kah atau tidak ? Ini perlu untuk kejelasan di ruang publik.
Jika memang ada benang merahnya maka KPK harus membongkar, mengusut tuntas dan dimintakan tanggung jawab hukum dari para pelaku. Selain itu KPK mulai memformulasikan peluang untuk mengenakan pasal-pasal diluar suap menyuap. Khususnya menjajaki peluang pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 serta penerapan Pasal 3 ayat 1, yang memiliki unsur jangkauan spektrum tersendiri, agar dapat diterapkan pidana yang tepat, mengingat karakteristik perbuatan ini disusun oleh orang tertentu yang punya kewenangan secara rapi sejak awal, yang akibat perbuatannya, merugikan negara dalam jumlah uang besar termasuk merugikan kepentingan masyarakat luas.
Ironisnya lagi dilakukan di masa pandemi, dimana semestinya para pemegang jabatan di pemerintahan tersebut memberi contoh sifat keteladan dan punya rasa empati pada masyarakat bukan pula dengan melakukan perampokan pada uang negara yang dengan sengaja dan sadar dilakukan para pihak yang bersekongkol secara terang terangan.
• Penulis adalah Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno.